Opini oleh : Muhammad Arsyi Jailolo
Indonesia adalah negara yang menjunjung hukum sebagai monumental pembangunan bangsa. Sulawesi Selatan salah satu sentra peradaban pergerakan nalar kritis dan rakyat.
Hari ini tanggal 24 april 2023 tepat kejadian 27 tahun lalu di 24 april 1996, terjadi peristiwa perjuangan pergerakan mahasiswa Di Kota Makassar yang dikenang dengan peringatan AMARAH (April Makassar Berdarah) sebuah peristiwa yang memberikan kita sebuah pelajaran besar dan memori terkekang bagi pejuang aspirasi masyarakat saat itu.
Sebagai penulis, pengalaman ini saya catat di tahun 2016, tepat 7 tahun yang lalu menjadi seorang mahasiswa di Fakultas Hukum UMI, saat itu kami memiliki wadah yang akan melaksanakan Drama Treatrikal AMARAH, sehingga sebagai panitia saya dengan beberapa teman mengunjungi beberapa saksi perjuangan Mahasiswa di kejadian 27 tahun yang lalu.
Peristiwa itu bermula ketika sejumlah mahasiswa menyusun konsep pergerakan melalui Forum Pemuda Indonesia Merdeka (FPIM) sebelum 3 April 1996. Mahasiswa menolak kebijakan Menteri Perhubungan terkait kenaikan tarif angkutan umum yang ditindaklanjuti melalui surat keputusan (SK) Wali Kota Makassar Nomor 900 dan SK Gubernur Nomor 93 tentang penyesuaian tarif angkutan kota. Kala itu tarif angkutan kota naik dari sebelumnya Rp 300 menjadi Rp 500 untuk penumpang umum. Sementara bagi mahasiswa dan pelajar ditetapkan Rp 200. Kebijakan ini kemudian dianggap terlalu tinggi sehingga mahasiswa menentang kebijakan tersebut. Keputusan mahasiswa menentang kebijakan pemerintah saat itu bukan tanpa alasan. Ada pertimbangan krisis pangan yang terjadi pada 1992 yang setelahnya dilanjutkan dengan mulai terjadinya krisis ekonomi.
“Tahun 1992 kita krisis pangan, kemudian setelah itu masuk krisis ekonomi pada saat itu. Sehingga kan tidak memungkinkan ada kenaikan tarif angkutan pada saat itu. Itu substansi yang paling menjadi pertimbangan kenapa kita protes. Kenapa kita tolak,” Pada 3 April 1996, mahasiswa yang tergabung dalam FPIM melakukan deklarasi penolakan di Tugu Mandala. Lokasi tersebut menjadi pilihan karena akan diresmikan oleh Presiden Soeharto. Pada saat itu, pergerakan yang dilakukan FPIM bertepatan dengan kegiatan HMI secara nasional. Pergerakan lantas disatukan dengan melakukan demonstrasi di kantor DPRD Sulawesi Selatan pada 8 April 1996. Pergerakan itu kemudian berlenggang hingga nasional. Sayangnya, pergerakan mereka tidak mendapatkan respons dari pemerintah. Mahasiswa yang tergabung di FPIM kemudian kembali melakukan demonstrasi di kantor Gubernur Sulawesi Selatan pada 22 April 1996.
Masuknya aparat keamanan ke dalam kampus umi, berikutnya dan memuncak pada tanggal 24 april 1996, memicu respon dari para mahasiswa. Sehingga Mahasiswa mencoba untuk menahan masuknya aparat dan kendaraan Panzer lapis baja. Sehingga pengejsran ke mahasiswa terjadi saat itu. Terdapat korban jiwa ditemukan dalam keadaan tidak bernyawa dengan posisi kepala sampai pinggul terbenam di lumpur. Korban bernama Syaiful Bya (21), mahasiswa Fakultas Teknik Arsitektur UMI angkatan 94. Korban masih ditemukan pada 25 April 1996. Korban itu bernama Andi Sultan Iskandar (22), mahasiswa Fakultas Ekonomi UMI angkatan 94. Sekujur tubuhnya penuh luka. Memasuki tengah hari, masyarakat kembali menemukan korban atas nama Muh Tasrief (21) dengan luka pada bagian muka dan badannya. Dia merupakan mahasiswa Fakultas Ekonomi UMI angkatan 94.
Sehingga sebagai rakyat Indonesia, mengenang adalah sebuah cara untuk mengambil pelajaran di masa lalu, tadabburi sejarah adalah sebuah anjuran dalam Islam, kejadian hari ini terjadi karena rentetan peristiwa masa lalu. Manusia dalam menjalankan perannya juga seperti itu, namun kita jangan larut dalam masa lalu. Namun kita harus bangkit dan terus membangun bangsa ini dari sebuah nalar kritis, baik berbentuk narasi, opini, dan argumentasi, bahkan aksi secara demonstrasi konvesional dan juga secara digitalisasi.
Peristiwa Amarah memberikan kita semangat komitmen perjuangan untuk sebuah kebaikan kehidupan di sebuah kota yaitu Makassar. Dan juga memberikan peringatan bagi mereka yang melanggar hak asasi manusia.
Undang-undang nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Penanganan aksi demonstrasi tetap harus menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dan persuasif, karena republik Indonesia lahir sebagai bangsa karena sebuah narasi kritis dan perjuangan dalam merebut kemerdekaan.