Jakarta, Edarinfo.com– Buah Pinang Batara banyak ditemukan di Desa Sukakarya, Kecamatan STL Ulu Terawas, Kabupaten Musi Rawas, Sumatera Selatan. Jika dulunya komoditas tersebut terbuang begitu saja menjadi sampah, kini pemerintah desa setempat mendorong kelompok mitra binaannya untuk dapat ekspor pinang.
Dibantu PT Pertamina EP Pendopo Field, Desa Sukakarya kini melangkah lebih jauh dengan inovasi terbaru dalam penggunaan ekstrak buah pinang sebagai korosi inhibitor dan mendorong ekspor pinang.
“Dulu mah jadi sampah, nggak ada harganya, malas orang mau memanen (pinang),” kata Ketua Kelompok Wanita Tani (Melati), Suhartini di Desa Sukakarya, Sumatera Selatan.
Guna memberikan manfaat yang lebih besar kepada masyarakat dan mengatasi rendahnya harga pinang di pasar lokal, Pertamina EP Pendopo Field bekerja sama dengan pemerintah kabupaten dan desa setempat guna mendorong kelompok mitra binaan ekspor pinang. Langkah pertama dari kegiatan ini ialah memberikan pelatihan ekspor kepada warga, kemudian menerapkan keterampilan memilah pinang layak ekspor, mengumpulkannya dan lalu menjualnya ke eksportir pinang.
Suhartini menyebut harga pinang tua di pasar lokal sekitar Rp 4.000/kg. Dengan adanya upaya mendorong pasar ke level internasional ini, warga bisa mendapatkan harga lebih hingga sebesar Rp 6.000/kg.
“Jadi manfaat ekonomi melalui upaya mendorong ekspor ini lebih besar dibandingkan dengan menjual pinang (tua) di pasar lokal,” jelasnya.
Penjualan pinang hingga produk turunannya berupa bandrek laris-manis di pasar Malaysia dan akan menyusul Dubai hingga Eropa. Dengan adanya pengembangan produk dari 2019 ini, Suhartini mengaku pihaknya bisa mengantongi hingga Rp 50 juta/tahun.
“Pelepah sama pinangnya dikirim ke Lampung, Lahat, Eropa, Dubai. Bandreknya ekspor ke Malaysia kemarin pameran di sana. Nilai omzetnya setahun Rp 50-an juta,” beber Suhartini.
Selain itu, ekstrak buah pinang dimanfaatkan sebagai korosi inhibitor yang merupakan bagian dari Creating Shared Value (CSV) atau menciptakan nilai bersama. Berkolaborasi dengan Fakultas MIPA Universitas Gadjah Mada (UGM), Pertamina EP Pendopo Field berhasil memformulasikan korosi inhibitor alami dan mentransfer pengetahuan tersebut kepada masyarakat setempat.
“Korosi inhibitor alami ini tidak hanya lebih ekonomis, tetapi juga lebih ramah lingkungan dan aman bagi kesehatan,” ucap Senior Manager Pertamina EP Pendopo Field, I Wayan Sumerta.
Berdasarkan kajian Fakultas MIPA UGM, biaya produksi cairan antikorosi dari biji pinang tua berkisar antara Rp 27.268 hingga Rp 37.555 per liter, jauh lebih murah dibandingkan dengan cairan inhibitor berbasis bahan kimia yang harganya mencapai Rp 34.000 hingga Rp 51.750 per liter. Oleh sebab itu, penggunaan korosi inhibitor alami dapat menghemat biaya sebesar 13% hingga 27%.
“Dengan pendekatan ini, perusahaan bisa tumbuh bersama masyarakat,” jelas dia.(*)