Opini, Edarinfo.com – Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% pada tahun 2025 memiliki implikasi yang signifikan bagi dunia, terutama pada negara agraris seperti Indonesia. Meskipun tidak berdampak langsung pada komoditas pertaniannya, namun akan tetap berdampak negatif pada biaya produksi dan harga produk-produk pertanian. Seperti yang dikemukan oleh Rifaldi Gunawan (Akademisi dan Pemerhati Kebijakan Agribisnis Pertanian Universitas Sains Islam Al-Mawaddah Warrahmah (USIMAR) Kolaka).
“Kenaikan PPN 12% memang tidak memiliki dampak langsung pada sektor komoditas pertanian, karena sayur dan buah-buahan tidak dikenakan PPN. Namun PPN 12% akan tetap memberikan dampak langsung pada rantai pasok sektor pertanian seperti bahan input produksi. Misalnya pada sarana dan prasarana produksi, seperti pupuk, pestisida, benih, alsintan, dan biaya transportasi ikut mengalami kenaikan. Hal ini dimaknai dengan kenaikan biaya produksi dari petani, khususnya UMKM. Harga produk hasil pertanian di tingkat pasar cenderung melambung, dan bahkan berpeluang menurunkan daya saing produk pertanian lokal di pasaran.” – Ungkapnya.
Dampak lainnya terjadi pada kesejahteraan petani yang sering kali berada di kelompok ekonomi bawah, akan menghadapi beban tambahan akibat kebijakan ini. Bila harga produk hasil pertanian naik terlalu tinggi, konsumen mungkin menahan pembelian atau beralih ke produk substitusi (alternatif) yang lebih murah. Hal ini berisiko menekan pendapatan petani. Selain itu, akses terhadap produk input pertanian yang mahal dapat menurunkan produktivitas, sehingga memengaruhi ketersediaan pangan nasional.
Rifaldi Gunawan juga berpendapat bahwa ada beberapa kebijakan yang dapat dilakukan oleh pemerintah untuk memberikan kelegaan pada petani sebagai produsen agar tetap produktif dalam memenuhi kebutuhan pangan nasional.
“Setidaknya perlu ada kebijakan pendukung untuk memitigasi dampak negatif tersebut, diperlukan kebijakan pendukung yang efektif. Misalnya, pemerintah dapat mempertimbangkan pembebasan PPN untuk bahan-bahan yang menjadi kebutuhan pokok sektor pertanian, seperti pupuk, pestisida dan benih. Subsidi yang terarah juga dapat diberikan kepada petani kecil (small-holder) untuk membantu mereka tetap kompetitif.”- Tambahnya
Disisi lain, kebijakan insentif perlu diberikan kepada pelaku agribisnis yang berinovasi untuk meningkatkan efisiensi produksi dan daya saing. Merangsang perkembangan inovasi dan transformasi pada sektor pertanian dalam jangka waktu yang panjang, kebijakan ini juga dapat menjadi peluang untuk mendorong transformasi sektor pertanian ke arah yang lebih produktif. Peningkatan pajak dapat mendorong petani dan pelaku usaha untuk beralih ke teknologi yang lebih efisien dan ramah lingkungan. Namun, ini memerlukan dukungan yang konsisten dalam bentuk pelatihan, pembiayaan, dan modal insentif dari pemerintah.
Sebagai penutup, kenaikan PPN tidak seharusnya menjadi beban yang hanya ditanggung oleh petani dan konsumen. Pemerintah perlu memastikan bahwa kebijakan ini diimbangi dengan langkah-langkah strategis untuk menjaga keberlanjutan sektor pertanian, melindungi kesejahteraan petani, serta memastikan aksesibilitas pangan bagi seluruh masyarakat. Seimbangkan pertumbuhan ekonomi dengan keadilan sosial, agar sektor pertanian tetap menjadi tulang punggung perekonomian nasional.
Penulis, Rifaldi Gunawan, S.P., M.P (Dosen Agribisnis Universitas Sains Islam Al-Mawaddah Warrahmah Kolaka).