Sosok, Edarinfo.com– Di sebuah sudut rumah sederhana di pinggiran kota, suara tawa seorang anak kecil berpadu dengan suara kamera yang menyala. Namanya Felicia Alea Fatma Maulana, siswa kelas 3 SD yang kini dikenal luas sebagai salah satu konten kreator cilik dengan ribuan penonton di media sosial. Tapi di balik keceriaan itu, ada sosok ibu yang setia mendampingi setiap proses kreatif sang anak, mulai dari ide, pengambilan gambar, hingga menjaga agar dunia maya tak merenggut dunia nyatanya.

“Kalau di rumah, Alea itu anaknya rame, aktif banget, dan suka cerita apa aja yang terjadi di sekolah,” ujar sang ibu sambil tersenyum. “Sejak kecil, dia memang sudah suka penasaran dengan banyak hal sih.”

Awal mula Lea terjun ke dunia konten kreatif juga cukup menggemaskan. Semua bermula dari video iseng saat ia menyanyikan lagu sambil menari, direkam menggunakan ponsel sang ibu. Tak disangka, video itu viral dan mengundang banyak komentar positif. “Sebelum di ig itu, awalnya di Tiktok. Saya videoin kegiatan-kegiatan random Lea, lama-lama kelamaan diarahkan ke tema religi gitu’, ujar Ibu Alea

Kini, Alea rutin membuat konten edukatif dan hiburan ringan. Menariknya, ide konten lebih banyak datang dari Alea sendiri. “Dia biasanya cerita, ‘Bu, kayaknya seru deh bikin ini.’ Tapi ya, kita tetap diskusi dulu. Saya pastikan kontennya aman, positif, dan sesuai usianya,” jelas sang ibu yang juga ikut membantu pengelolaan akun media sosial Alea.

Menjadi orang tua dari seorang konten kreator cilik bukan perkara mudah. Tantangan terbesar justru bukan soal teknis, melainkan menjaga keseimbangan. “Saya selalu tekankan bahwa sekolah tetap nomor satu. Ngaji tetap nomor satu. Munafik rasanya, jika orang tua gak suka jika anaknya terkenal, tapi memiliki anak yang sholeh dan sholehah itu yang lebih penting ketimbang terkenal”, ungkapnya.

Untuk menjaga kesehatan mental anak, sang ibu menerapkan aturan screen time dan selalu terbuka dalam berdiskusi. “Kadang aku batasi sih, kalua nurutin Alea dia selalu ingin bikin konten”, jelasnya.

Tanggapan dari lingkungan sekitar beragam. Banyak teman sekolah yang bangga, tapi tidak jarang juga muncul komentar negatif. “Ada yang bilang kami terlalu mengekspos anak. Tapi saya jawab dengan tenang, karena semua yang kami lakukan tidak lepas dari pertimbangan matang dan niat baik,” ujarnya tegas.

Meski begitu, sang ibu menyadari bahwa popularitas di usia dini bisa jadi pedang bermata dua. Karena itu, ia berusaha menanamkan nilai-nilai sederhana namun penting: rendah hati, menghargai waktu, dan tidak merasa lebih dari orang lain. “Saya bilang ke Alea, viral itu bonus, bukan tujuan. Yang penting tetap jadi anak baik.”

Ditanya soal masa depan, sang ibu memilih untuk tidak terlalu mengarahkan. “Kalau dia mau terus di dunia ini, saya dukung. Tapi kalau nanti dia bosan dan mau fokus ke hal lain, juga nggak masalah. Saya cuma ingin dia tumbuh bahagia.”

Menutup percakapan, sang ibu menyampaikan pesan hangat: “Saya belajar banyak dari Alea, tentang keberanian mencoba, tentang semangat belajar, dan tentang dunia digital yang tak hanya untuk hiburan, tapi juga untuk berbagi hal baik. Untuk orang tua lain, saya cuma ingin bilang: jangan sampai anak mengatur-ngatur kita, dampingi mereka, disiplinkan mereka. Karena kelak, jika kita mebiasakan anak-anak kita ke hal yang postif, itu juga akan berdampak baik pada masa depannya kelak”.

Dan kepada putrinya, sang ibu berkata, “Lea, terima kasih sudah memilih  Ibu, sebagai ibu kamu. Ibu gak terlalu butuh Lea jadi orang yang terkenal. Ibu hanya ingin Lea tumbuh menjadi anak yang sholehah dan bisa jadi kebanggaan ibu di dunia dan di akhirat kelak. Apa pun yang kamu pilih nanti, Ibu akan selalu ada buat kamu.”