Dok: Nurul Asia

Opini, Edarinfo.com Hak asasi manusia seharusnya menjadi fondasi peradaban modern yang adil dan beradab. Konsep ini mengakui bahwa setiap individu, tanpa memandang ras, agama, atau status sosial, memiliki hak dasar yang tidak dapat diganggu gugat. Namun, kenyataan global menunjukkan bahwa nilai-nilai universal ini sering kali diabaikan, bahkan dilanggar secara terang-terangan.

Hak yang Hanya Retorika?

Sejak Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) ditetapkan pada tahun 1948, dunia berharap konsep ini menjadi panduan bagi negara-negara untuk melindungi martabat manusia. Namun, puluhan tahun kemudian, masih banyak negara dan kelompok yang secara sistematis melanggar hak-hak tersebut.

Palestina menjadi simbol pengabaian hak asasi manusia global. Di sana, hak hidup, kebebasan, dan martabat manusia dirampas setiap hari. Dunia seolah bungkam, bahkan banyak negara lebih mementingkan kepentingan geopolitik dibandingkan memperjuangkan nilai-nilai yang mereka sendiri serukan. Bukankah ini ironi besar?

Hipokrisi atas Nama Perdamaian

Netanyahu sering berbicara tentang pentingnya perdamaian di Timur Tengah. Namun, tindakan pemerintahannya menunjukkan sebaliknya. Di bawah kepemimpinannya, Israel telah memperluas pendudukan ilegal, melakukan pengusiran paksa, dan melancarkan serangan militer yang menargetkan warga sipil Palestina.

Retorika perdamaian yang disuarakan Netanyahu hanya menjadi tameng bagi pelanggaran hak asasi manusia yang sistematis. Hak rakyat Palestina atas tanah, kehidupan, dan kebebasan terus-menerus dilanggar. Dunia internasional pun terpecah: sebagian besar mengecam, sementara lainnya memilih bungkam demi aliansi politik atau kepentingan ekonomi.

Pandangan Murtadha Mutahhari: Hak adalah Amanah Tuhan

Murtadha Mutahhari, seorang filsuf Islam kontemporer, memiliki pandangan yang relevan dalam konteks ini. Menurutnya, hak asasi manusia bukan sekadar konstruksi sosial, melainkan fitrah yang diberikan Allah kepada setiap manusia. Dengan kata lain, hak asasi manusia adalah amanah Tuhan yang harus dijaga oleh setiap individu dan pemerintah.

Mutahhari menegaskan bahwa keadilan adalah inti dari hak asasi manusia. Ia berpendapat bahwa pelanggaran terhadap hak-hak ini bukan hanya melukai individu, tetapi juga menentang nilai-nilai ketuhanan. Dalam konteks Palestina, pengabaian hak asasi manusia tidak hanya menjadi persoalan politik, tetapi juga penghinaan terhadap nilai-nilai spiritual dan moral yang seharusnya dijunjung tinggi oleh umat manusia.

Mengapa Dunia Diam?

Pertanyaannya, mengapa dunia sering kali diam? Salah satu alasannya adalah karena hak asasi manusia telah menjadi alat politik, bukan lagi nilai yang murni. Negara-negara besar menggunakan isu ini untuk menyerang musuh politik mereka, tetapi bungkam ketika pelanggaran dilakukan oleh sekutu mereka.

Data dari Human Rights Watch menunjukkan bahwa sepanjang tahun 2023, lebih dari 6.000 warga sipil Palestina menjadi korban konflik yang tidak berkesudahan. Situasi ini menggarisbawahi bagaimana nilai hak asasi manusia sering kali hanya menjadi jargon tanpa aksi nyata.

Sebagai masyarakat global, kita harus lebih kritis. Hak asasi manusia tidak boleh menjadi retorika kosong. Kita harus berani bersuara melawan ketidakadilan, tanpa memandang siapa pelakunya. Jika kita hanya memilih diam, maka kita menjadi bagian dari masalah, bukan solusinya.

Momentum untuk Beraksi

Hari Hak Asasi Manusia Sedunia harus menjadi lebih dari sekadar peringatan tahunan. Ini adalah panggilan bagi setiap individu untuk melawan ketidakadilan. Memperjuangkan hak asasi manusia adalah tanggung jawab kita semua, bukan hanya pemerintah atau organisasi internasional.

Sebagai langkah konkret, kita bisa ikut mendukung perjuangan ini melalui berbagai cara, seperti:

  • Memberikan donasi kepada organisasi kemanusiaan yang terpercaya.
  • Mengedukasi diri dan orang lain tentang isu hak asasi manusia melalui diskusi atau media sosial.
  • Menandatangani petisi yang mendesak tindakan nyata dari pemerintah atau lembaga internasional.

Dalam konteks ini, pandangan Mutahhari memberi kita arahan yang jelas: membela hak asasi manusia adalah kewajiban moral, bukan pilihan. Ketidakadilan terhadap satu manusia adalah ancaman bagi keadilan seluruh umat manusia.

Sebagai manusia yang berakal dan beriman, kita tidak boleh membiarkan nilai-nilai ini terabaikan. Mari jadikan perjuangan hak asasi manusia sebagai bagian dari komitmen kita untuk menciptakan dunia yang lebih adil, damai, dan bermartabat. Karena pada akhirnya, keadilan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia adalah refleksi sejati dari kemanusiaan kita.

Penulis: Nurul Asia
Editor: Hamka Pakka