Opini, Edarinfo.com– Dalam krisis Palestina yang berlangsung, pertanyaan mengenai sikap yang harus diambil oleh umat Islam menjadi sangat relevan. Al-Qur’an memberikan arahan yang jelas tentang bagaimana berinteraksi dengan orang-orang kafir, terutama dalam hal kerja sama dan dukungan. Tafsir Buya Hamka, khususnya dalam Tafsir Al-Azhar, menjadi salah satu referensi penting untuk memahami sikap ini secara lebih mendalam. Dalam tafsir tersebut, Buya Hamka menekankan pentingnya membedakan antara kafir yang hidup damai dan mereka yang secara terang-terangan memusuhi Islam. Sikap ini didasarkan pada pemahaman terhadap Surah Al-Mumtahanah ayat 8 dan 9.
Prinsip Keadilan dalam Interaksi Sosial
Surah Al-Mumtahanah ayat 8 menjelaskan bahwa selama orang kafir tidak memerangi atau mengusir umat Islam dari tanah mereka, umat Islam diperbolehkan berbuat baik dan hidup damai dengan mereka. Ini menunjukkan bahwa Islam menjunjung tinggi nilai keadilan dalam interaksi sosial dan tidak mengajarkan permusuhan tanpa sebab yang jelas. Namun, toleransi ini memiliki batasan. Pada ayat berikutnya, yaitu ayat 9, ditegaskan bahwa umat Islam dilarang menjalin persahabatan atau kerja sama dengan orang kafir yang secara terang-terangan memerangi dan mengusir umat Islam dari tanah mereka.
Prinsip ini dipertegas oleh sebuah hadits yang berbunyi, “Tidaklah seorang Muslim memberikan bantuan senjata kepada musuh Muslim untuk membunuh seorang Muslim, kecuali kelak di Hari Kiamat dia akan datang dengan tulisan yang berbunyi: Putus asa dari rahmat Allah” (HR. Abu Dawud). Hadits ini menunjukkan bahwa memberikan bantuan kepada pihak yang memusuhi umat Islam memiliki konsekuensi berat di akhirat. Buya Hamka juga mengingatkan umat Islam untuk tidak terjebak dalam dukungan material atau moral kepada pihak yang jelas-jelas memusuhi agama dan komunitas mereka.
Abu Lahab: Simbol Keterlibatan Tidak Langsung dalam Permusuhan
Salah satu contoh penting yang diangkat oleh Buya Hamka dalam tafsirnya adalah Abu Lahab. Meskipun Abu Lahab tidak ikut serta dalam peperangan secara langsung, dukungannya dalam bentuk finansial terhadap musuh-musuh Islam tetap dianggap sebagai tindakan permusuhan. Ini menunjukkan bahwa kerja sama atau dukungan dalam bentuk apa pun, baik langsung maupun tidak langsung, kepada pihak yang memusuhi Islam tidak dibenarkan dalam pandangan Al-Qur’an. Konteks ini relevan dalam menilai keterlibatan berbagai pihak dalam konflik yang menyangkut umat Islam.
Konflik Palestina: Israel dan Amerika Serikat
Jika diterapkan dalam konteks krisis Palestina, prinsip-prinsip ini memberikan landasan kuat untuk menilai tindakan Israel dan negara-negara yang mendukungnya, seperti Amerika Serikat. Israel, yang terlibat dalam pengusiran rakyat Palestina dari tanah mereka, serta serangan berulang terhadap Masjid Al-Aqsa, jelas mencerminkan tindakan permusuhan terhadap umat Islam. Dalam tafsir Buya Hamka, kerja sama dengan pihak yang memusuhi umat Islam adalah tindakan yang bertentangan dengan prinsip Al-Qur’an. Segala bentuk kerja sama dengan Israel, seperti membeli produk-produk mereka, dianggap tidak adil dan menyalahi nilai-nilai Al-Qur’an.
Amerika Serikat, meskipun tidak berperang secara langsung, secara konsisten memberikan dukungan politik dan bantuan militer kepada Israel. Misalnya, melalui penggunaan hak veto di PBB untuk menolak pengakuan Palestina sebagai negara berdaulat. Hal ini menempatkan AS sebagai pihak yang juga terlibat dalam mendukung penindasan terhadap Palestina. Nelson Mandela, seorang tokoh dunia, pernah berkata, “Kebebasan kita belum lengkap tanpa kebebasan Palestina.” Pernyataan ini menggambarkan bahwa perjuangan kemerdekaan Palestina merupakan bagian dari perjuangan global untuk keadilan dan hak asasi manusia.
Hadits Terkait: Kewajiban Menghadapi Kemungkaran
Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa yang melihat kemungkaran, maka hendaklah dia mengubahnya dengan tangannya. Jika tidak mampu, maka dengan lisannya. Jika tidak mampu juga, maka dengan hatinya. Dan itu adalah selemah-lemahnya iman.” (HR. Muslim). Hadits ini menunjukkan bahwa umat Islam tidak boleh tinggal diam ketika menyaksikan ketidakadilan atau penindasan , terutama yang terjadi di Palestina.
Sikap dan Tindakan Nyata
Sikap Al-Qur’an terhadap kerja sama dengan orang kafir yang memusuhi Islam memberikan arah yang jelas bagi umat Islam dalam menyikapi krisis Palestina. Seruan untuk memboikot produk-produk Israel dan menolak segala bentuk kerja sama dengan negara-negara yang mendukung agresi terhadap Palestina menjadi langkah nyata dalam menegaskan solidaritas terhadap rakyat Palestina. Seperti yang diungkapkan oleh Mahatma Gandhi, “The spirit of democracy is not a mechanical thing to be adjusted by abolition of forms. It requires a change of heart.” Dengan sikap moral yang kokoh, umat Islam diharapkan lebih kritis dalam menyikapi isu-isu global, terutama dalam mendukung kemerdekaan Palestina.
Sebagai penutup, pernyataan tegas Presiden Soekarno yang mendukung kemerdekaan Palestina patut dijadikan pengingat: “Selama kemerdekaan bangsa Palestina belum diserahkan kepada orang-orang Palestina, maka selama itulah bangsa Indonesia berdiri menantang penjajahan Israel.” Pernyataan ini menegaskan bahwa tanggung jawab mendukung Palestina tidak hanya bersifat religius, tetapi juga merupakan bagian dari tugas kemanusiaan dan solidaritas global.
Dalam konteks hari ini, adalah suatu hal yang bertentangan dengan nilai kebangsaan dan Al Qur’an itu sendiri, jika membangun hubungan dan kerja sama dalam bentuk apa pun dengan Zionis Israel, Amerika Serikat dan sekutu sekutunya.
Mengutip Pernyataan Imam Syafi’i ” jika tidak mampu berdiri membantu agamamu, jangan berdiri dibarisan perusak agama mu ( zionis Israel dan AS).
Penulis, Ahmad Aswar Alimuddin (Ketua Sidrap Cinta Palestina)