Kalau hidup hanya sekadar hidup kera di rimba juga hidup. Kalau kerja hanya sekadar kerja, kerbau di sawah juga bekerja. Buya Hamka
***
Opini, Edarinfo.com– Apapun pekerjaanmu sisihkanlah waktumu untuk berkhidmat. Kalimat ini menjadi pegangan sekaligus pembuka jawaban saya saat di minta alasan mengapa saya memilih untuk bergabung di organisasi Sidrap Cinta Palestina (SCP). Sidrap Cinta Palestina atau SCP merupakan salah satu organisasi sosial yang hadir di tengah masyarakat Sidrap sebagai penyambung aspirasi masyarakat yang ada di Palestina.
Seperti yang kita ketahui bersama, saat ini pejuang yang ada di Palestina tengah berjuang untuk memerdekakan tanah kelahirannya sendiri dalam melawan gempuran agresi militer Israel. Meski kita terlahir di tanah yang bebas dari penjajahan bukan berarti kita berpura-pura buta dan tidak peduli dengan peristiwa penjajahan dan genosida yang dilakukan tantara Israel terhadap Palestina.
Suatu kesyukuran bagi saya bisa bertemu dengan orang-orang yang di tengah kesibukannya masing-masing masih mau melungkan waktu, pikiran dan tenaganya untuk memikirkan nasib orang lain. Mereka yang ada di SCP bukan gak punya pekerjaan, bukan pula yang gak punya keluarga yang harus mereka urus. Bahkan tidak sedikit dari mereka sudah berumah tangga dan memiliki anak, tetapi masih memiliki waktu untuk berkhidmat dan fakta itu menampar saya.
Ya, mereka mengajarkan saya bahwa hidup itu bukan hanya tentang diri sendiri. Kita ini manusia yang harus memiliki rasa empati terhadap sesama. Saya teringat sebuah quote dari Buya Hamka, Kalau hidup hanya sekadar hidup kera di rimba juga hidup. Kalau kerja hanya sekadar kerja, kerbau di sawah juga bekerja. Bukankah hidup akan terasa bermakna jikalau kita bisa berempati terhadap sesama?
Rasa empati penting dimiliki setiap manusia, karena manusia adalah makhluk sosial. Banyak hal yang bisa kita lakukan untuk mengekpresikan rasa empati. Bergabung dan aktif di SCP hanya salah satunya, saya yakin di luar sana masih banyak organisasi sosial yang bertebaran dan bisa teman-teman masuki.
Kalau kita belajar dari sejarah, setiap zaman selalu diceritakan dua karakter tokoh yang memainkan peranannya masing-masing, ada yang memilih peran protagonis dan ada juga yang memilih peran antagonis. Sejarah kenabian misalnya, setiap nabi pasti memiliki musuh di zamannya, dan kita bisa mengkategorikian nabi itu pemeran protagonis dan musuh dari nabi itu pemeran antagonisnya. Apakah dengan membaca sejarah kenabian kita mesti harus jadi nabi dahulu untuk bisa memainkan peran protagonis di zaman kita?
Tentu tidak seperti itu konteksnya, karena zaman kenabian telah selesai. Lantas apa yang bisa kita petik dari sejarah itu? Ya, semangat perjuangan nabi dalam melawan segala ketidakadilan yang terjadi di muka bumi ini. Semangat inilah yang mestinya dimiliki ketika melihat ketidakadilan di sekitaran kita. Bukankah nabi Muhammad SAW pernah mengatakan “Barang siapa di antara kalian yang melihat kemungkaran, hendaknya dia ubah dengan tangannya (kekuasaannya). Kalau dia tidak mampu hendaknya dia ubah dengan lisannya dan kalau dia tidak mampu hendaknya dia ingkari dengan hatinya. Dan inilah selemah-lemahnya iman.” (HR Muslim).
Saya sadari perjuangan saya gak ada apa-apa nya jika di bandingkan dengan perjuangan teman-teman yang ada di Palestina. Meski demikian saya akan tetap memilih untuk berkhidmat dan membersamai perjuangan teman-teman di Palestina meski andilnya seperti kisah seekor semut yang berjuang dengan membawa setetes air untuk memadamkan api yang membakar Nabi Ibrahim AS. Dan saya meyakini sejarah tidak mencatat besar kecilnya dampak yang kau berikan terhadap zamanmu, melainkan sejarah mencatat keberpihakan perjuanganmu di saat kamu melihat ketidakadilan di sekitarmu.
Penulis, Hamka Pakka