Edarinfo.com– Akhir-akhir ini slow living menjadi istilah yang sering dijumpai di berbagai platform media sosial. Di kota-kota besar biasanya hidup terasa seperti dikejar waktu, terburu-buru dan tak menikmati setiap detik waktu yang berjalan.

Istilah slow living pun muncul sebagai kontradiksi dari hidup yang berjalan cepat dan terburu-buru. Sayangnya, beberapa orang berpikir, hidup slow living adalah hidup yang ‘mahal’ meskipun layak dijalani.

Padahal hidup slow living sebenarnya gaya hidup yang sederhana dan bisa dijalani oleh siapa saja. Seperti yang di katakan Psikiologis klinis di Ohana Space dan Tabula, Arnold Lukito.

“Dasar konsepnya mengajak orang untuk melambatkan ritme hidup, mengurangi stres dan menikmati momen-momen kecil secara sadar,” kata Arnold, yang kami lansir dari CNNIndonesia.com, Jumat (21/7).

Arnold tak menyalahkan jika ada orang yang menganggap slow living hanya pola hidup untuk orang-orang kaya. Mereka yang masuk kategori ‘budak korporat’, buruh kasar, generasi pengangguran mungkin merasa hidup slow living hanya mimpi yang tak bisa diraih.

Pandangan ini tentu tak mengejutkan. Alasannya karena beberapa aspek slow living mungkin terdengar lebih mudah diakses oleh orang-orang dengan kemampuan finansial tinggi atau financial freedom.

“Terdengar seperti ‘wah ini buat mereka yang berduit’ slow living pun akhirnya dianggap jadi gaya hidup eksklusif bagi mereka yang punya duit,” kata Arnold.

Tapi kenyataannya, slow living bisa diadaptasi siapa saja. Terlepas dari latar belakang ekonomi gaya hidup ini nyatanya bukan hanya untuk orang berduit, berapapun jumlah harta yang Anda miliki, jika ingin slow living tetap bisa dilakukan.

Bahkan kata Arnold, konsep slow living ini bisa sangat bermanfaat bagi orang-orang dengan sumber daya ekonomi terbatas. Sebab dapat membantu mengurangi tekanan kehidupan sehari-hari dan menghargai momen-momen sederhana yang dapat memberikan kebahagiaan.

“Slow living bukan tentang kekayaan materi, tetapi lebih tentang pengalaman hidup dengan penuh kesadaran (mindful), menghargai waktu, dan menjalani hidup yang lebih sederhana.,” katanya.

Setiap orang bisa mengadopsi aspek slow living sesuai dengan situasi dan kemampuan masing-masing. Bukan tentang berapa banyak uang yang dimiliki, melainkan tentang cara mengatur dan menikmati hidup dengan lebih baik.

Untuk lebih jelasnya, Arnold membagikan ciri-ciri hidup slow living yang bisa dilakukan tanpa biaya mahal. Berikut ciri-cirinya:

Psikiologis klinis di Ohana Space dan Tabula, Arnold Lukito

1. Menyadari waktu dan menikmati momen

Orang yang mengadopsi slow living belajar untuk hidup dalam momen (here and now). Orang-orang ini lebih menghargai waktu yang mereka miliki. Dengan begitu mereka juga tidak terlalu fokus pada kehidupan yang terburu-buru.

2. Mengurangi konsumsi berlebihan

Slow living mendorong untuk mengurangi penggunaan barang dan jasa secara berlebihan. Hal ini bisa berarti memiliki barang yang lebih sedikit namun lebih berkualitas. Mereka menghindari keinginan konsumsi yang berlebihan.

3. Menghargai kehidupan sederhana

Orang yang menjalani slow living menghargai hal-hal sederhana dalam hidup. Mereka mungkin lebih menyukai kualitas waktu bersama keluarga atau teman dari pada mengejar kesibukan yang tidak perlu.

4. Memiliki waktu untuk diri sendiri

Slow living mengajak untuk mengambil waktu merenung, bersantai, dan merawat diri sendiri. Hal ini bisa berarti melakukan aktivitas yang menyenangkan, seperti membaca, berjalan-jalan di alam, atau bermeditasi.