Banda Aceh, Edarinfo.com – Komunitas Inong Carong sukses menyelenggarakan Workshop Bahasa Isyarat di Hoco Coffee, Banda Aceh, pada Sabtu (4/10/2025). Kegiatan bertajuk “Membangun Kesadaran Komunikasi Inklusif” ini terbuka untuk umum dengan biaya pendaftaran Rp35.000, dan berhasil menarik banyak peserta dari berbagai latar belakang.
Workshop ini bertujuan menumbuhkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya komunikasi dengan komunitas Teman Tuli, sekaligus memberikan pengalaman langsung dalam menggunakan bahasa isyarat. Peserta tak hanya mendapatkan materi teori, tetapi juga diajak berlatih secara praktis agar bisa menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Pemateri kegiatan, Reza Fahlevi, mengapresiasi antusiasme peserta. “Kegiatan ini bukan hanya tentang belajar bahasa isyarat, tetapi juga tentang membangun empati terhadap komunitas yang sering terabaikan. Saya berharap ilmu ini benar-benar diterapkan dalam keseharian,” ujarnya.
Reza juga menyoroti keterbatasan jumlah mentor tuli yang menjadi tantangan besar dalam pengembangan bahasa isyarat di Aceh.
“Kalau hanya ada dua mentor tuli seperti saya dan Rikal, tentu sulit membuka banyak kelas. Kami berharap semakin banyak pihak yang mau membantu dan mempromosikan bahasa isyarat agar semakin dikenal luas,” tambahnya.
Sementara itu, Lavina Sabila, Founder Inong Carong, menekankan pentingnya merangkul keberagaman.
“Untuk berkontribusi dalam menciptakan lingkungan yang inklusif, kita perlu memahami dan menghargai perbedaan. Ini adalah langkah awal membangun jembatan komunikasi dengan komunitas Teman Tuli,” jelasnya.

Antusiasme peserta juga tampak dari berbagai testimoni yang diberikan.
Alya Naurah, salah satu peserta, mengaku mendapatkan pengalaman berharga.
“Saya merasa lebih memahami cara berkomunikasi dengan teman-teman yang Tuli. Materinya jelas, dan sesi praktiknya sangat membantu,” katanya.
Peserta lainnya, Sajida, menuturkan bahwa workshop ini membuatnya ingin belajar lebih dalam.
“Saya merasa terinspirasi untuk mempelajari bahasa isyarat lebih jauh dan memperkenalkannya kepada orang-orang di sekitar saya,” ujarnya.
Menutup kegiatan, Rikal Qamara berharap semangat peserta tidak berhenti di sini.
“Saya berharap setelah ini, peserta tidak hanya memahami bahasa isyarat, tapi juga ikut menyebarkan semangat komunikasi inklusif di masyarakat,” tutupnya.
Kegiatan ini menjadi ruang pembelajaran yang inspiratif dan penuh empati, sekaligus menegaskan bahwa bahasa isyarat adalah jembatan penting dalam menciptakan masyarakat yang lebih inklusif dan saling memahami.(SFI)