Makassar, Edarinfo.com– Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum Mahasiswa Islam (LKBHMI) Cabang Makassar menggelar aksi demonstrasi di depan Kantor Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel) sebagai bentuk protes terhadap lambannya penanganan dugaan tindak pidana korupsi dalam proyek pengadaan jaringan internet di Dinas Komunikasi, Informatika, Statistik, dan Persandian (DISKOMINFO) Kabupaten Maros tahun anggaran 2021–2023.

Kasus ini telah memasuki tahap penyidikan sejak September 2024, setelah melalui penyelidikan sejak Mei 2024. Namun hingga kini, publik belum mendapatkan kejelasan mengenai siapa saja yang bertanggung jawab. Berdasarkan hasil audiensi dengan pihak Kejati Sulsel, yang diwakili oleh Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum), Soetarmi, diketahui bahwa tersangka sebenarnya telah ditetapkan sejak September 2024, namun belum diumumkan ke publik dengan alasan masih menunggu hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Sikap tersebut dinilai LKBHMI sebagai bentuk ketidaktransparanan dan lemahnya akuntabilitas penegak hukum dalam menjalankan fungsi pemberantasan korupsi.

Dugaan Kerugian Negara dan Indikasi KKN

Berdasarkan data yang dihimpun LKBHMI, total dugaan kerugian negara dalam proyek ini mencapai Rp14,5 miliar, yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Maros, dengan rincian sebagai berikut:

  • Tahun 2021: Rp3,2 miliar, dikerjakan oleh PT Media Link Global Mandiri
  • Tahun 2022: Rp6,3 miliar, dikerjakan oleh PT Global Mandiri
  • Tahun 2023: Rp4,5 miliar ditambah Rp500 juta dari anggaran perubahan
Penyerahan Aspirasi LKBHMI kepada KEJATI Sulsel

Selama periode pelaksanaan proyek tersebut, diketahui ada dua kepala dinas yang menjabat, salah satunya adalah Andi Baso Arman, suami dari Wakil Bupati Maros periode 2019–2024. Fakta ini memperkuat dugaan adanya praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN), serta potensi intervensi kekuasaan dalam proyek tersebut.

Kritik atas Lambannya Penegakan Hukum

Direktur Eksekutif LKBHMI Cabang Makassar, Alif, menilai Kejati Sulsel telah melanggar prinsip dasar penegakan hukum yang bersih dan profesional. Ia menyebut proses penyidikan yang berlarut-larut, ketiadaan transparansi, serta pembiaran terhadap ketidaksesuaian prosedur sebagai bentuk kegagalan institusional.

“Perpanjangan masa penyidikan yang berkali-kali, bahkan melebihi 60 hari dengan tambahan 20 hari dan 40 hari lagi tanpa kejelasan arah, mencederai prinsip due process of law dan speedy trial yang semestinya dijunjung tinggi,” tegas Alif.

Langkah Lanjutan dan Tekanan Publik

Sebagai bentuk komitmen dalam mengawal kasus ini, LKBHMI Cabang Makassar berencana mengirimkan surat resmi kepada Kejaksaan Agung Republik Indonesia, Komisi Kejaksaan RI, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Mahkamah Agung RI, Komisi Yudisial, dan Ombudsman RI. Surat tersebut akan memuat laporan rinci terkait kelambanan proses hukum, dugaan intervensi politik, serta lemahnya pengawasan Kejati Sulsel.

Selain itu, LKBHMI akan melibatkan media lokal dan nasional untuk membangun tekanan publik demi mendorong Kejati Sulsel dan Kejari Maros agar bersikap lebih profesional dan akuntabel.

“LKBHMI Cabang Makassar menegaskan bahwa kami tidak akan berhenti mengawal kasus ini sampai keadilan benar-benar ditegakkan. Semua pihak yang terlibat harus diusut tuntas tanpa pengecualian. Kami menolak segala bentuk impunitas dan penyalahgunaan kekuasaan yang merugikan negara serta mengkhianati kepercayaan publik,” pungkas Alif.(*)