Makassar, Edarinfo.com– Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum Mahasiswa Islam (LKBHMI) Cabang Makassar mendesak Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan untuk mengambil alih penanganan kasus dugaan korupsi proyek pengadaan layanan internet di Dinas Komunikasi, Informatika, Statistik, dan Persandian (Kominfo) Kabupaten Maros. Pasalnya, sejak masuk tahap penyidikan oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Maros pada Oktober 2024, kasus ini dinilai jalan di tempat dan tidak menunjukkan transparansi.
Direktur LKBHMI Cabang Makassar, Alif Fajar, menyebutkan bahwa hingga kini belum ada kejelasan mengenai penetapan tersangka, meskipun puluhan saksi telah diperiksa. Saksi-saksi tersebut meliputi pejabat dinas, camat, aparatur sipil negara (ASN), hingga pihak penyedia layanan jaringan.
“Penanganan kasus ini terkesan ditutup-tutupi. Tidak ada keterbukaan informasi kepada publik, sementara indikasi keterlibatan aktor utama sangat kuat,” ujar Alif dalam keterangan tertulis, Selasa (6/5).
Ia menyebut dua nama yang diduga memiliki peran sentral, yakni Prayitno, mantan Kepala Dinas Kominfo sekaligus kuasa pengguna anggaran, serta Taufan, Kabid sekaligus mantan Sekretaris Dinas. Di masa jabatan keduanya, terjadi lonjakan anggaran proyek internet secara signifikan tanpa diiringi peningkatan mutu layanan.
Berdasarkan data yang dihimpun, anggaran proyek layanan internet Kominfo Maros naik dari Rp 3,1 miliar pada 2021 menjadi Rp 3,2 miliar usai perubahan anggaran. Pada 2022, anggaran melonjak drastis menjadi Rp 6,3 miliar, dan kembali dianggarkan sebesar Rp 4,5 miliar pada 2023.
LKBHMI juga menyoroti keterlibatan tiga perusahaan penyedia jasa, yakni PT Solusi Trimegah Persada, PT Medialink Global Mandiri, dan PT Aplikanusa Lintasarta. Namun hingga kini, belum ada langkah hukum tegas yang menyasar pihak swasta tersebut.
“Kami menduga ada konflik kepentingan dalam penanganan kasus ini. Beberapa nama yang disebut-sebut terlibat diketahui memiliki kedekatan dengan Bupati Maros. Ini mencerminkan praktik tebang pilih dalam penegakan hukum,” tegas Alif.
LKBHMI menilai sikap Kejari Maros tidak mencerminkan semangat transparansi dan keadilan. Karena itu, mereka mendesak Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan untuk turun tangan, mengambil alih proses penyidikan, serta memastikan penegakan hukum berjalan tanpa intervensi pihak manapun.
“Kami akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas. Hukum harus ditegakkan secara adil dan transparan. Jika dibiarkan, ini akan menjadi preseden buruk bagi pemberantasan korupsi di daerah,” pungkas Alif.(*)