Opini, Edarinfo.com – Diabetes Mellitus (DM) merupakan tantangan kesehatan global yang terus meningkat. International Diabetes Federation (IDF) pada tahun 2021 mencatat 537 juta penderita diabetes di dunia, dengan proyeksi mencapai 643 juta pada tahun 2030. Di Indonesia, Riskesdas 2018 menunjukkan kenaikan prevalensi diabetes dari 6,9% (2013) menjadi 8,5% (2018). Penyakit ini tidak hanya berdampak pada kualitas hidup individu, tetapi juga meningkatkan beban ekonomi pada sistem kesehatan. Oleh karena itu, peran pemimpin dalam manajemen pencegahan diabetes sangat krusial dalam menyusun kebijakan yang efektif, membangun sistem kesehatan yang responsif, serta mendorong masyarakat untuk menerapkan gaya hidup sehat.

Pemimpin yang visioner dalam konteks kesehatan publik harus mampu melihat secara holistik bagaimana kebijakan yang diambil dapat memengaruhi perilaku masyarakat dalam jangka panjang. Pengurangan konsumsi gula, misalnya, adalah langkah penting dalam pencegahan berbagai penyakit tidak menular (PTM), seperti diabetes tipe 2, penyakit jantung, dan hipertensi. Penurunan konsumsi gula yang berlebihan tidak hanya akan mengurangi prevalensi penyakit-penyakit tersebut, tetapi juga menekan beban ekonomi akibat biaya pengobatan dan perawatan kesehatan masyarakat. Pemimpin yang visioner juga harus memperhatikan penguatan sistem kesehatan primer sebagai fondasi penting dalam deteksi dan pencegahan penyakit.

Puskesmas dan klinik kesehatan komunitas memiliki peran strategis dalam memastikan bahwa setiap individu yang berisiko dapat terdeteksi sejak dini. Melalui program skrining dan pemeriksaan rutin, deteksi terhadap prediabetes dan faktor risiko lainnya dapat dilakukan jauh sebelum penyakit berkembang menjadi kronis. Intervensi dini, seperti perubahan pola makan, peningkatan aktivitas fisik, atau pengelolaan berat badan, dapat mencegah atau memperlambat perkembangan diabetes tipe 2.

Edukasi harus berbasis pada informasi yang mudah dipahami dan relevan dengan kondisi lokal serta dilakukan secara teratur melalui berbagai platform, seperti media sosial, program televisi, dan kegiatan komunitas. Selain itu, integrasi antara kebijakan pemerintah dan layanan kesehatan primer juga penting untuk memastikan bahwa upaya pencegahan dapat tercapai secara efektif.

Dengan pemberdayaan Puskesmas dan klinik kesehatan komunitas, pemimpin dapat menciptakan sistem yang lebih inklusif dan mudah diakses oleh semua lapisan masyarakat, termasuk yang berada di daerah terpencil. Pemimpin yang visioner juga harus memperhatikan kesejahteraan tenaga medis dan kesehatan, karena merekalah yang menjadi ujung tombak dalam pelaksanaan kebijakan tersebut. Keberhasilan pencegahan diabetes juga bergantung pada kolaborasi lintas sektor, termasuk pemerintah, sektor pendidikan, industri pangan, serta dunia usaha. Mendorong penyediaan makanan sehat di sekolah, tempat kerja, dan pusat perbelanjaan dapat menciptakan lingkungan yang mendukung pola hidup sehat.

Kurangnya kesadaran akan pola hidup sehat menjadi hambatan utama dalam pencegahan diabetes. Oleh karena itu, strategi komunikasi kesehatan yang lebih efektif perlu dikembangkan dengan melibatkan tokoh masyarakat, tenaga kesehatan, serta influencer digital agar pesan kesehatan lebih mudah diterima oleh berbagai lapisan masyarakat.

Untuk mengatasi tantangan ini, beberapa strategi utama dapat diterapkan, seperti implementasi program pencegahan berbasis komunitas, penguatan regulasi kesehatan, optimalisasi teknologi digital, serta peningkatan literasi kesehatan masyarakat. Selain itu, dukungan terhadap riset dan pengembangan inovasi pencegahan diabetes harus terus dilakukan agar strategi yang diterapkan dapat berjalan secara efektif dan berkelanjutan.

Penulis, Sri Darmawan (Mahasiswa Program Doktoral, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Hasanuddin Makassar)