Jakarta, Edarinfo.com — Aksi damai Global Climate Strike di Taman Menteng, Jakarta, diwarnai dengan insiden intimidasi yang mengejutkan. Sekelompok preman, yang tidak dikenal, melakukan tindakan kasar terhadap peserta aksi yang mayoritas adalah kaum muda. Kejadian ini terjadi sekitar pukul 13.30 WIB, ketika preman tersebut berteriak “bubar” sambil merampas properti aksi, termasuk patung manekin, poster, dan dua unit pengeras suara.

Ironisnya, perampasan ini berlangsung tepat di depan aparat kepolisian yang seharusnya menjaga keamanan. Alih-alih melindungi peserta, polisi tampak hanya menyaksikan tanpa mengambil tindakan untuk menghentikan kekerasan tersebut. Situasi ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai efektivitas keberadaan polisi dalam menjaga hak-hak masyarakat untuk menyuarakan pendapat.

“Jika polisi tidak dapat menjamin keamanan, apa gunanya pemberitahuan aksi?” ungkap salah satu peserta. Kejadian ini semakin menambah catatan panjang mengenai tindakan represif terhadap masyarakat sipil dan penyalahgunaan wewenang yang terus terjadi.

Peristiwa ini juga menandakan memburuknya ruang demokrasi di bawah kepemimpinan “Mulyono” selama satu dekade terakhir. Ruang sipil kini diintervensi dan dimanipulasi, menciptakan konflik horizontal di antara masyarakat. Polisi yang seharusnya bertindak sebagai pelindung malah membiarkan perselisihan ini terjadi di depan mata mereka.

Koalisi Global Climate Strike Jakarta, yang terdiri dari berbagai organisasi lingkungan dan hak asasi manusia, mengecam keras tindakan kekerasan struktural yang dilakukan oleh negara melalui gerombolan preman ini. “Ini adalah bukti nyata bahwa rezim menunjukkan salah satu dari ‘7 Dosa Mematikan’—Wrath, yang merepresentasikan tindakan represif terhadap kritik publik,” tegas perwakilan koalisi.

KontraS mencatat peningkatan kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia oleh kepolisian selama Juli 2023 hingga Juni 2024, dengan 645 peristiwa kekerasan dan 759 korban luka. “Warisan budaya kekerasan dari Orde Baru dan minimnya akuntabilitas menjadi akar masalah ini,” tambahnya.

Koalisi menyerukan solidaritas dari seluruh elemen gerakan untuk mendukung para peserta aksi dan mengecam tindakan kepolisian yang tidak memberikan perlindungan. Mereka menuntut agar polisi melindungi setiap peserta aksi dari intimidasi preman dan menjaga keamanan dalam setiap aksi damai.

Aksi damai ini menjadi pengingat bahwa perjuangan untuk iklim dan hak asasi manusia di Indonesia masih harus menghadapi tantangan besar, termasuk penyalahgunaan kekuasaan dan kekerasan yang terus berlangsung.(*)