Screenshot

 

Makassar, Edarinfo.com – Seorang warga, bernama Ismail Suardi Wekke, mengungkapkan kekecewaannya atas ketidakfasilitasan seorang petugas paskibraka yang mengenakan jilbab saat pengukuhan. Ia merasa bahwa hal ini merupakan sebuah pelanggaran terhadap hak asasi manusia dan nilai-nilai Pancasila, khususnya sila pertama yang menjunjung tinggi Ketuhanan Yang Maha Esa.

“Sebagai seorang ayah dengan dua putri, saya merasa sulit menemukan kata-kata untuk menggambarkan kekecewaan ini. Di Indonesia, mayoritas penduduk beragama Islam dan dilindungi oleh hak asasi manusia. Tidak memfasilitasi seorang paskibraka yang memakai jilbab, menurut saya, merupakan sebuah tindakan yang tidak bisa diterima,” ungkapnya.

Ia juga mempertanyakan konteks berbangsa dan bernegara dalam hal ini. “Dalam pendidikan nasional kita, penggunaan jilbab tidak diwajibkan dan tidak dilarang. Artinya, jika ada yang ingin berjilbab, maka mereka harus difasilitasi. Banyak sekolah negeri yang membolehkan penggunaan jilbab, tetapi tidak mengharamkannya. Mengapa hal ini menjadi masalah?,” tanyanya.

Lebih lanjut, ia mengkritik langkah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) yang menurutnya telah salah langkah dengan mengwajibkan keseragaman. “Nilai pertama Pancasila adalah keanekaragaman, dan BPIP justru mengabaikan hal ini. Saya sangat kecewa karena harapan kita terhadap BPIP, yang dipimpin oleh Prof. Yudian dan salah satu direktur Prof. Sabri AN, adalah untuk mendorong nilai-nilai Islam yang toleran. Namun, justru kehadiran mereka tidak berhasil membendung Islam ubudiyah dan malah mengamini ketidakfasilitasan penggunaan jilbab,” tegas Ismail Suardi.

Warga ini juga mempertanyakan peran BPIP dalam konteks ideologi Pancasila. “BPIP seharusnya menjadi fasilitator dalam mengkristalkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan, bukan menjadi badan yang mengurusi pembinasaan ideologi Pancasila. Ketidakfasilitasan penggunaan jilbab ini menjadi sebuah pertanyaan besar bagi kita semua. Apakah ini benar-benar sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dan semangat keberagaman yang kita junjung tinggi?,” tanyanya.

Kekecewaan warga ini menjadi sebuah refleksi bagi kita semua. Apakah kita benar-benar menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila dan hak asasi manusia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara? Ataukah kita hanya sekedar mengagung-agungkan nilai-nilai tersebut tanpa benar-benar mengimplementasikannya dalam kehidupan nyata? (*)