Jakarta, Edarinfo.com– Hari Jumat dikenal sebagai penghulu, pimpinan dari seluruh hari. Dalam Bahasa Arab disebut sayyidul ayyam. Pada hari itu Muslimin dianjurkan membaca suratul Kahf. Waktunya mulai tenggelam matahari di Kamis sore, sampai matahari tenggelam di Jumat sore.
Petunjuk datang dari Rasulullah saw. tentang amalan ini: “Barangsiapa yang membaca surat Al Kahfi pada hari Jum’at, dia akan disinari cahaya di antara dua Jum’at.” (HR. An Nasa’i dan Baihaqi. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih sebagaimana dalam Shohihul Jami’.
Cahaya adalah nur dalam bahasa Arab. Nur, dalam Bahasa Arab bisa berarti; ilmu, petunjuk. Nur, melambangkan orang yang beriman. Mengapa, karena orang-orang yang beriman sesuai rukun iman yang enam itulah orang-orang yang memperoleh petunjuk. Orang beriman mampu membedakan mana yang benar, mana yang keliru. Mana arah menuju kebahgaiaan sejati, mana arah jalan menuju selamat, mana yang sebaliknya. Sulit bagi siapa pun untuk membedakan mana yang benar dan mana yang keliru jika tidak ada cahaya. Jangankan benar dan salah, bahkan apakah ini pisau atau kah ini penggaris sulit atau tidak mungkin dibedakan dalam suasana gelap tampa cahaya.
Bagi siapa pun Muslim sesuai al Hadits di atas yang membaca surat al Kahf maka baginya cahaya ini di antara dua Jumat. Sepanjang antara dua Jumat itu dia senantiasa diterangi ‘cahaya’ yang membuatnya tahu mana yang benar dan mana yang keliru. Pengetahuan mana arah yang benar itu juga merupakan hudan petunjuk.
Pengetahuan tersebut mestinya mampu mengarahkannya untuk memilih dan menempuh jalan yang benar. Dengan demikian maka nur yang dimaksud bisa berarti siapa pun Muslim yang membaca al Kahf pada hari Jumat, senantiasa diarahkan untuk menempuh jalan benar. Senantiasa berada dalam petunjuk Tuhan, senantiasa terpelihara dari keliru.
Orang yang senantiasa berada dalam petunjuk Allah, selalu terhindar dari keliru, ialah orang yang senantiasa tenang, damai, adem. Tidak ada stres, minimal radikal bebas. Kalau dalam konsep medis, dia dalam kondisi ketahanan tubuh yang optimal. Status imunitasnya optimal. Dia memiliki kondisi kesehatan yang optimal. Tidak mudah sakit, indurance nya optimal, maka dia tidak mudah lelah dalam beraktifitas. Karena tidak ada stres berarti dia selalu senang, gembira, dia selalu bersyukur. Kesenangan yang menambah kesenangan berikutnya. Lain syakartum la-aziidannakum (QS 14:7).
Tepat sesuai makna ini dengan kalimat di pembuka surat ini, Alhamdulillaah.Tentu saja, pencapaian kondisi optimal ini bertingkat, bergantung kepada tingkat keimanan, tingkat keshalihan, tingkat pemahaman dan aplikasi dari makna tersurat dan tersirat dalam alKahf.
Sekelumit alKahf
AlKahf dimulai dengan kalimat syukur, bahagia, senang, gembira, hati berbunga-bunga. Sebagaimana orang yang mengalami bahagia ketika sukses. Baik dalam karir, studi, menikahi pasangan yang diimpikan, tiba-tiba memperoleh rizki berlimpah, selamat dari mushibah yang dahsyat, dst.
Alamat kebahagiaan itu dituturkan oleh surtat alKahf setidaknya dalam beberapa urutan. Ialah mereka yang mengingatkan orang lain untuk bertauhid, lalu menempuh jalan benar melalui amal-amal shaleh yang didasarkan iman kepada Allah, sesuai rukum iman yang enam.
Dalam upaya optimal untuk mengajak, mengingatkan dirinya dan orang lain menuju jalan terang, jalan petunjuk, jalan cahaya itu tidak sampai menjatuhkan dirinya kepada kebinasaan. Oleh karena terlalu memaksakan diri, ketika yang diingatkan belum menerima peringatan itu. Ada contoh dalam surat ini kisah hadirnya 7 orang pemuda putra-putra penguasa di jamannya. Para mereka melarikan diri dari kedudukan, harta, kemewahan dan seluruh fasilitas kerajaan, demi mempertahankan iman, keyakinan tauhid mereka kepada Tuhan Yang Ahad.
Selanjutnya surat ini menghadirkan contoh dua orang yang berteman, satu memiliki kekayaan yang melimpah, memiliki optimisme sangat tinggi, hanya saja kekayaan dan optimismenya itu disandarkan kepada selain Tuhan. Dia binasa. Sesuai petunjuk dalam surat ini, hendaknya siapa pun wajib me-wakilkan [tawakkal] seluruh daya upayanya termasuk seluruh kekayaan dan anak buah yang diduga mampu menolongnya, memberinya perlindungan, kesejahteraan dan sebagainya itu hanya kepada Tuhan yang Ahad. Inilah jalan nur, terang itu.
Terhadap apa pun selain Tuhan, tidak pantas bagi siapa pun untuk bisa merasa kekal, kuat dengannya. Bahkan, di penghujung hari, yaumul akhir, semua tak mampu memberikan manfaat kecuali hanya dan hanya manfaat yang diizinkanNya itu.
Terhadap kepemilikan ilmu, hendaknya siapa pun jangan pernah merasa paling bisa, walau dia seorang Nabi, Rasul utusan Allah. Bahkan walau pun dia memiliki kedudukan yang paling tinggi ketika itu, di antara Rasul yang ada. Karena, bukankah apa pun yang ada pada seorang hamba itu semata-mata hak mutlak Tuhannya?
Surat ini mengisahkan bagaimana Nabi Musa as. ditegur Tuhan atas sikapnya. Sesuai kaidah umum memang tidak keliru. Namun dari sisi tauhid apalagi kedudukannya sebagai Rasul yang mulia Nabi Musa as. ditegur Tuhan. Allah swt Maha Kuasa untuk menganugerahkan ilmu kepada siapa saja sesuai kehendakNya. Dalam pada itu, surat ini juga mengindikasikan petunjuk, agar siapa pun di dalam menuntut ilmu tidak mengenal putus asa. Bersungguh-sungguh, bahkan sampai kapan pun.
Dalam pada itu, di balik ilmu ada hikmah. Ilmu bisa dicari melalui upaya belajar yang terus menerus. Di samping pula ada ilmu yg langsung dikaruniakan Allah kepada hamba yg dikehendakiNya [Khaidir]. Ilmu fisik masa sekarang, dzahir ada pada nabi Musa as. dengan segala kejeniusannya. Ilmu yang langsung dari Allah [ladunni] sebagaimana yg dititipkan kpd Khaidir as.
Logika fisik belum merupakan kebenaran mutlak. Logika fisik dan non fisik yg di dalam ilmu Allah itulah kebenaran hakiki. Musa sempat kaget mengapa Khaidir melobangi kapal yg mestinya akan mengantar para penumpangnya selamat sampai ke seberang. Akan tetapi Musa as. tidak dikaruniai ilmu masa depan, di mana di tengah laut ada perampok yg ‘pasti’ merompak kapal-kapal yang baik yg tidak bocor. Musa terheran. Khaidir membunuh anak laki di bawah umur yang pasti belum berdosa. Yang ternyata kalau tidak dibunuh akan mengajak kedua orang tuanya yang mukmin ke jurang neraka. Pasti pada awalnya Musa as belum paham. Setelah Khaidir menjelaskan hikmah ilmu, Musa pun terpana diam. Terakhir Khaidir membangun rumah yang akan roboh padahal penduduk kampung di situ bakhilnya luar biasa.
Di kemudian Musa as. paham bahwa rumah itu adalah rumah anak yatim keturunan ke-7 dari datuk dan ninik orang yang shaleh. Gusti Allah membangunkan kembali rumah itu melalui tangan-tangan suci Nabi dan rasulNya. Ialah Nabi Musa dan Kaidir as. Luar biasa Maha Pemurah Ar Rahman yang menghormati orang-orang yang shaleh sampai kepada keturunan yang ke-7 sekalipun. Apalagi keturunan Rasulullah yang Habib atau Sayyid, Syarifah atau Sayyidah, sangatlah wajar dihormati dan dimuliakan. Budaya sebagian suku di Indonesia juga sangat menghormati keturunan ulama. Rupanya ayat alKahf ini yang menjadi dasarnya.
Senang bila kita bisa menjadikan diri kita mukmin beneran, shaleh beneran, sehingga keturunannya dijaga Gusti Allah swt.
Dari sini Musa as. belajar tentang sabar, karena semuanya belum tentu selesai saat itu. Kita yang membaca kisah ini pun dibimbing untuk sabar. Sabar akan hikmah seluruh keputusanNya. Oh ternyata, perahu ‘dibocorin’ supaya selamat dari rampok. Loh ternyata putra yang masih di bawah umur di-pundut untuk diganti dengan putra-putra yang lebih baik, mengajak orang tuanya menuju kebahagiaan hakiki.
Sedangkan yang berpotensi durhaka di-pundut Gusti Allah sebelum berdosa. Itu antara lain karena Bapak-Ibu anak tadi orang-orang Mukmin. Subhanallah, demikian karunia rahmatNya di luar kuasa nalar manusia, bahkan sekaliber Musa as. Lalu, jika mukmin dan shalihinnya sungguh-sungguh, tidak cukup keturunan pertamanya, sampai keturunan ketujuh pun, atau sampai sekarang pun kalau itu keturunan Nabiy, dijaga Gusti Allah swt. Mari kita lanjutkan…
Sekarang surat menggambarkan raja yang ‘super kuasa’ tak ada tanding. Mampu menempuh lingkar bumi, menguasai bahasa lisan mau pun bahasa isyarat. Kekuatannya sangat terkenal, di balik itu adilnya sungguh mengagumkan. Hanya menghukum yang pasti bersalah. Untuk orang-orang yang benar, yang sungguh-sungguh beriman malah difasilitasi. Luar biasa. Pantang menerima upeti, tauhidnya mengalahkan tauhidnya manusia seluruh alam. Walau dia bukan Nabiy. Dialah Dzulqarnain itu.
Akhir ayat mengingatkan siapa pun yang enggan menekuni jalan iman, mereka yang malah beragama sesuai nafsu, tidak juga menggunakan akal. Bahwa kehidupan mereka pasti sengsara. Amal-amal mereka sama sekali tidak diperhitungkan. Walau mereka dulunya mengira melalui angan-angan rekayasa logikanya, mereka paling benar.
Surat ini ditutup dengan tuntunan singkat bagaimana orang beriman mampu berjumpa Tuhan. Ya bahkan di kehidupan dunia ini. Syaratnya sangat ringan. Kerjakan, apa pun bentuk amal-amal shalehnya. Syarat utamanya jangan pernah ditujukan untuk/demi selain Tuhan. Baik ditujukan untuk kebanggaan diri, pamer, dan segala tujuan yang bukan memenuhi bimbingan Tuhan yang Ahad.
Terakhir, dua kalimat InsyaAllah muncul dalam surat ini. Kata ini sepertinya ringan. Bahkan sebagian Muslim menganggapnya sebagai perisai untuk menghindar diri dari berkata tidak bisa atau berhalangan hadir.
Sengaja peringatan ini disampaikan di bagian akhir uraian sangat minim ini. Sebagiannya untuk menekankan bahwa, InsyaAllah adalah kalimat tauhid. Artinya siapa oun yang benar tauhidnya pasti tidak mungkin berkata akan melakukan sesuatu di waktu berikutnya, kecuali bilang InsyaAllah. Ini benar secara tauhid, terlebih ketika uncertainty principle yg dimunculkan tokoh Fisikawan German, Werner Heisenberg malah menguatkan makna InsyaAllah itu. Dia menggunakan mekanika kuantum untuk sampai kepada prinsip ketidakpastian itu, yg mengantarkannya meraih Nobel Fisika.
Setiap kita pantas menerima nur itu, cahaya Jumat melalui bacaan alKahf itu. Semoga setiap kita suka!
Penulis, Abdurachman
Penulis adalah Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya, Pemerhati spiritual medis dan penasihat sejumlah masjid di Surabaya.
Artikel ini telah tayang sebelumnya di detikhikmah dengan judul ” Penghulu Hari, Jumat Bersama Al Kahf “. Seluruh isi artikel menjadi tanggung jawab penulis.