Edarinfo.com– Eka Dalanta Rehulina wanita yang berusia 39 tahun mendedikasikan hidupnya di bidang literasi. Ia berkeinginan karya sastra bisa dibaca semua orang.

Eka menilai selama ini, buku sastra terkesan hanya dibaca kalangan terbatas. Lewat gerakan Ngobrol Buku, dia membumikan sastra.

Saat ini Ngobrol Buku memasuki tahun keempat setelah berulang tahun ketiga pada Mei 2023. Bermula gerakan ini muncul pada masa pendemi yang mana kegiatannya banyak dilakukan secara luring. Namun, belakangan ini Ngobrol Buku sering dilakukan secara luring. Misalnya pada Sabtu (16/12/2023), gerakan yang diinisiasi Eka dan teman-temannya ini menggelar bedah buku bertajuk Kopi dan Kepo, karya Hasan Al Banna di Ruang Multipurpose RRI Medan, Sumatera Utara. Puluhan orang hadir dalam acara tersebut.

Ngobrol Buku bermula dari obrolan antara dia dan dua rekannya sesama penyuka sastra, Juhendri Chaniago dan Alda Muhsi. Mereka ingin mendorong tumbuhnya diskusi-diskusi sastra, salah satunya adalah memperbincangkan karya sastra.

”Kami melihat, diskusi-diskusi seperti itu masih kurang di kota Medan. Apalagi yang menarget pembaca-pembaca muda,” kata Eka yang kemudian mengajak serta Dian Nangin dan Titan Sadewo untuk berlima mendirikan Ngobrol Buku.

Gerakan ini bercita-cita memperkenalkan khazanah sastra Indonesia dan mengajak masyarakat menjadi lebih dekat dengan karya sastra.

Ketertarikan Eka pada sastra menjadi embrio Ngobrol Buku. Bagi dia apa pun latar belakang pendidikan keilmuannya, sastra juga penting dibaca. Apalagi anak-anak muda. Itu sebabnya Ngobrol Buku tidak hanya menghadirkan penulis dan mahasiswa sastra, tetapi berbagai latar belakang profesi, asal mereka membaca karya sastra Indonesia.

Ngobrol Buku pertama kali menggelar diskusi pada 20 Mei 2020. Saat itu masa pandemi, mereka menggelar acara dengan memanfaatkan media sosial Instagram @ngobrol.buku secara langsung (live). Mereka memilih platform ini karena jangkauannya luas dan cocok dengan target, yakni pembaca-pembaca sastra muda.

”Saat itu bulan Ramadhan, jadi Ngobrol Buku tahap awal ini diadakan sebelum waktu berbuka puasa. Obrolan pertama kami adalah Bukan Pasar Malam karya Pramoedya Ananta Toer. Di tahap awal ini yang menjadi pemandu dan pembahas adalah para penggagas Ngobrol Buku, yang bertugas secara bergantian sembari kami mencari kawan bicara yang tepat dan bersedia,” kata Eka.

Respons publik amat bagus kala itu, dianggap sebagai sebuah kegiatan yang memberi warna bagi perbincangan terhadap sastra Indonesia. Narasumber dan jejaring juga semakin terbuka, baik dari penerbit maupun penulis, serta komunitas lainnya. Sekarang Ngobrol Buku dikenal lebih luas, termasuk komunitas pembaca di Indonesia, penerbit, dan para penulis.

Konsisten

Hingga saat ini, Ngobrol Buku konsisten membicarakan sastra Indonesia. Tidak pernah absen sekali pun, kecuali pada hari libur keagamaan. Ngobrol Buku sudah membicarakan sekitar 190 judul buku sastra Indonesia. Sejak pandemi dinyatakan sudah berlalu dan pertemuan tatap muda diperbolehkan, Ngobrol Buku rutin melakukan diskusi secara luring sebulan sekali. Ini juga mendapatkan dukungan dari berbagai pihak untuk meminjamkan tempat atau ruangan baik itu museum, ruang kreatif, maupun coffee-cofee shop yang kami ajak bekerja sama. Contohnya seperti acara di RRI tersebut.

Selain itu, Ngobrol Buku memberi ”darah” bagi tumbuhnya industri perbukuan di Medan. Penulis-penulis baru bermunculan dan karya-karyanya dibicarakan di Ngobrol Buku.

”Sebab sebuah karya sebaik apa pun tanpa ada pembaca dan tanpa ada orang-orang yang membicarakannya, tidak tercapai tujuannya,” kata Eka.

Sebab, kata dia, industri buku adalah persoalan hulu hingga hilir. Dari adanya penulis, penerbit, hingga pembaca yang membicarakannya. Kegiatan-kegiatan sastra lainnya pun semakian bergeliat.

“Saya pikir Ngobrol Buku memilki kontribusi mendorong tumbuhnya gairah bersastra dan berkegiatan,” ujar Kurator Sastra pada Balige Writers Festival 2023 ini.

Perkembangan terakhir, Ngobrol Buku berkolaborasi dengan berbagai komunitas, termasuk mengadakan obrolan seputar isu sastra dan berkolaborasi menggelar pertunjukan sastra. Untuk tahun depan Ngobrol Buku berencana mengadakan Piknik Sastra, mungkin juga Writer Camp, bahkan Festival Sastra.

Sejak kecil

Duta Baca Kabupaten Karo (2023-2027) ini sejak kecil akrab dengan buku. Dia lahir sebagai bungsu dari lima bersaudara. Ayahnya seorang PNS di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan dan ibunya seorang pedagang. Ayahnya rajin membawakan buku-buku bacaan dan cerita anak.

Ia juga kerap, hampir tiap sore setelah pulang kerja dan anak-anaknya usai mandi, membaca koran dan mengajak anak-anaknya membaca lalu mendiskusikan isinya. Eka percaya dari sanalah kecintaan terhadap membaca tumbuh. Di samping itu, dia dan saudara-saudaranya kerap terpapar dongeng tradisional karo dari neneknya, Nenek Tigan. Ini juga menjadi sebuah alas pijak literasi bagi Eka. Ditambah kegiatan sekolah minggu yang menyuguhkan kisah-kisah Alkitab disertai gambar.

”Sejak sering dibawakan oleh bapak buku-buku cerita anak, saya kemudian merasa tidak cukup, dengan uang jajan yang masih terbatas, saya membeli buku-buku yang saya suka dan inginkan di toko buku kecil, satu-satunya di kampung kami, tentu koleksi buku yang dijual juga sangat terbatas. Di pasar, saya sangat gembira menemukan satu ibu yang menjual buku-buku cerita bekas. Ke sanalah uang jajan saya kemudian banyak saya gunakan,” papar lulusan Sastra Universitas Sumatera Utara ini yang menghabiskan masa kecil di Pancurbatu, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara.

Saat kuliah dia sangat aktif di pers mahasiswa sampai pernah menjadi pemimpin redaksi. Lalu bersama teman kuliahnya dia mendirikan Rumah Buku Medan yang bertahan selama tiga tahun sebelum kemudian mereka sibuk bekerja. Eka kemudian bekerja di bidang penulisan sebelum memutuskan keluar dan menjadi penulis dan editor lepas.

”Saya menulis naskah film dokumenter, buku untuk lembaga, media internal perusahaan, dan lain-lain,” kata Eka

Dia sempat rajin juga menulis di blog, sekarang sudah jarang, tapi dia menulis ulasan singkat di media sosial tentang buku-buku yang dibaca. Itu sebagai pengingat buku apa saja yang sudah dia baca berikut poin-poin pentingnya.

Nah, Ngobrol Buku menjadi ruang yang pas bagi Eka karena dia mencintai buku-buku dan merasa selalu punya teman saat bersama buku-buku. Bagi dia alangkah menyenangkan berbagi kesukaan itu, bercerita tentang buku yang juga disukai orang lain.

Eka Dalanta Rehulina

Lahir: Medan, 1 April 1984

Pendidikan: Universitas Sumatera Utara (S-1), Fakultas Sastra (2008)

Pengalaman organisasi, antara lain:

Koordinator Program Badan Warisan Sumatera (2015-2018)
Koordinator Pena Lingkar Toba (2021-sekarang)
Duta Baca Kabupaten Karo (2023-2027)