Edarinfo.com– Audya Amalia (27) menggelorakan kehangatan keluarga lewat karya-karya seni yang mengantarkannya meraih sejumlah penghargaan sebagai seniman muda terbaik dan menjanjikan. Audya menuntaskan kuliah studio patung dan berhasil menampilkan karya seninya dengan medium keseharian tanpa terseret arus medium patung yang berat, sulit, atau mahal.

Di salah satu karyanya yang terbaru, Audya menggunakan medium untaian rambut. Karya ini ditampilkan di pameran Artjog di Yogyakarta, 30 Juni-27 Agustus 2023. Audya menata 70 untai rambut menjadi karya seni ”patung” yang interaktif. Ia mengajak para pemirsanya untuk mengepang rambut-rambut itu.

Dewan Juri Artjog Young Artist Award (YAA) mengganjar Audya dengan penghargaan satu di antara tiga seniman muda peserta Artjog 2023 yang terbaik dan menjanjikan. Kompas melihat karya Audya di pameran Artjog yang diselenggarakan di Jogja National Museum (JNM) pada awal Juli 2023. Beberapa untaian rambut ada yang lepas tergerai, ada yang terkepang. Ada pula yang setengah terkepang, mungkin ini belum selesai dikepang.

Karya Audya tersebut diberi judul ”Things Left Unsaid on The Edge of Her Fingers”. Maknanya, ada sesuatu yang tertinggal dan menjadi kenangan dari tepian jari ibu di saat mengepang rambutnya di masa-masa kecil dulu.

Audya bermaksud menghidupkan kenangan rasa kehangatan tatkala helai-helai rambutnya dibelai sang ibu untuk dikepang. Hal itu berlangsung bertahun-tahun semenjak Audya balita, kemudian masuk TK dan SD. Akan tetapi, dia tak hanya sekadar bermaksud merawat kenangan personal tentang rambutnya.

Melalui karya seni ini Audya menyodorkan tawaran kepada publik tentang betapa pentingnya belaian dan rasa kasih sayang seorang ibu untuk selalu diungkapkan kepada anak-anaknya. Di sepanjang perjalanan hidup sang anak, kenangan kehangatan dari seorang ibu akan selalu menghadirkan ketenteraman.

Audya, lulusan Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) Institut Teknologi Bandung (ITB) pada 2019, juga merasakan hal itu. Di tengah masyarakat urban, kini tidak jarang seorang ibu menjadi sangat berjarak terhadap anak-anaknya. Bahkan, anak-anak merasakan lebih dekat dengan para pengasuh atau pembantu rumah tangga mereka.

Audya menggedor kesadaran kaum urban. Khususnya bagi ibu-ibu agar tidak segan-segan mengungkapkan rasa kasih sayang secara langsung terhadap anak. Bisa dengan cara apa saja, termasuk seperti ibunya yang selalu menyempatkan diri mengepang rambut Audya sehabis mandi meski kemudian di sisa sepanjang hari itu tak ada kesempatan bercengkerama lagi.

”Biasanya, di saat mengepang ibu banyak bercerita tentang apa saja. Bercerita tentang masa-masa ibu sewaktu masih kecil, atau bercerita tentang kesenangan apa saja yang dirasakan ibu,” ujar Audya, ketika ditemui di Bandung, Jumat (4/8/2023).

Ibunya seorang ibu rumah tangga biasa. Di waktu luang ibunya di rumah sering menerima pesanan jahitan.

Audy Amalia

Komunikasi

Audya lahir dan menetap di Bandung sampai sekarang. Ia anak bungsu dari tiga bersaudara dengan jarak usia dengan kedua kakaknya 13 dan 11 tahun. Jeda yang terlalu jauh ini ternyata memengaruhi rendahnya intensitas komunikasi Audya dengan kedua orangtuanya.

”Selain sewaktu rambut dikepang, saya jarang berkomunikasi dengan ibu. Saya lebih banyak mengobrol dengan kakak sulung saya yang perempuan,” ujar Audya, yang memiliki kakak kedua laki-laki.

Kakak sulung yang terpaut usia 13 tahun itulah yang selalu menemani Audya di rumah. Kadang kala Audya bercerita kepadanya, dan kakaknya itulah yang kemudian menceritakan kepada ibunya.

Audya merasakan perhatian ibunya berjenjang melalui kakaknya. Ia merasa seperti jauh dengan ibunya. Untung saja, di masa-masa kecil Audya merasakan belaian dan usapan hangat jari-jemari ibu di setiap pagi tatkala mengepang rambutnya.

Ada pengalaman unik lainnya juga dirasakan Audya selama berada di rumah. Audya selalu mendengar percakapan ibu dengan ayahnya selalu menggunakan bahasa Sunda. Begitu pula, percakapan dengan kedua kakaknya.

Berbeda halnya ketika mereka mengajak berbicara dengan Audya yang selalu menggunakan bahasa Indonesia. Di tengah keluarganya hanya Audya seorang yang tidak terbiasa menggunakan bahasa Sunda. Ia mempelajari bahasa Sunda di kemudian hari dari teman-teman di lingkungan terdekatnya.

”Bahasa Sunda ternyata ada tingkatannya pula. Bahkan selama ini saya masih takut menggunakannya di rumah, takut kalau yang saya gunakan itu bahasa Sunda yang kasar,” kata Audya.

Rendahnya intensitas komunikasi juga terlihat ketika Audya mendaftar dan diterima kuliah di ITB. Kedua orang tuanya sampai tidak tahu kalau Audya akan berkuliah di ITB.

Sebelum menempuh kuliah, Audya menuntaskan Program Studi Desain Komunikasi Visual di SMK Negeri 14 Bandung. Audya memilih jalur sekolah ini semata untuk menghindari mata pelajaran hitung-hitungan.

Di bangku SMK itulah Audya pernah menampilkan salah satu karya drawing atau gambarnya di sebuah pameran di Italia. Audya menampilkan gambar beraliran seni jalanan (street art).

Menerka ulang dialog

Setelah merampungkan masa kuliah di FSRD ITB antara 2014–2019, Audya mulai meniti karier berkeseniannya. Bersama beberapa rekan, Audya menyewa studio bersama di Bandung, hingga belum lama ini memutuskan untuk pindah dan menyewa studio sendiri.

Di tahun 2019, Audya sempat mengikuti kompetisi Bandung Contemporary Art Award #6 dan terpilih sebagai pemenangnya. Kepercayaan dirinya terus membesar di kancah seni rupa kontemporer dengan pengetahuan dasar di bidang seni patung dan desain komunikasi visual.

“Hingga di suatu hari saya ingin menciptakan karya dengan menerka ulang dialog dengan ibu saya. Ini karena saya makin menyadari kalau saya memang jarang sekali berdialog dengan ibu saya,” ujar Audya.

Pertama kali Audya memilih medium rambut dan menampilkannya di sebuah pameran di awal tahun 2020. Ia menampilkan karya bermedium rambut pertama kali yang diberi judul ”Nguntun” (2020) di galeri Rubanah Underground Hub, Jakarta.

Karyanya dianggap menarik dan dibeli oleh kolektor dari Indonesia, yang kemudian membawa karya itu ke Australia. Hingga di tahun 2022 Audya diminta memamerkan karya dengan medium rambut tersebut ke Victoria, Australia.

”Selama menampilkan karya dengan medium rambut untuk dikepang ini saya merasakan dan merayakan ingatan yang hangat dengan ibu saya. Kemudian saya mendaftarkan karya yang lebih besar lagi untuk diikutsertakan di Artjog 2023 dan diterima,” ujar Audya.

Selama hari pembukaan Artjog 2023 dan beberapa hari berikutnya, Audya menampilkan seni performans mengepang rambut. Ia pun mengajak setiap pemirsa untuk ikut mengepang rambut bersamanya, seraya berdialog hangat.

Ternyata ada saja pengalaman orang tentang mengepang rambut. Tak hanya bagi kaum perempuan ternyata ada salah satu partisipan laki-laki yang menceritakan selalu diajari mengepang rambut oleh ibunya. Kemampuan mengepang rambut itu kemudian diterapkan untuk mengepang adonan roti.

Ada pula pengalaman tentang mengepang rambut yang datang dari orang Kolombia. Di negeri itu ternyata kepang rambut bertalian dengan sejarah di masa kolonial.

Begitulah, dengan medium yang tidak pernah diduga seorang seniman menawarkan ingatan tentang kasih sayang seorang ibu terhadap anaknya. Mengepang rambut bukan peristiwa kecil.

Audya Amalia

Lahir: 27 Mei 1996

Pendidikan :

2014–2019 : Studio Patung, Program Studi Seni Rupa, Fakultas Seni Rupa dan Desain, Institut Teknologi Bandung.

2011-2014 : Program Studi Desain Komunikasi Visual, SMK Negeri 14 Bandung

Penghargaan :
2023: Pemenang Artjog Young Artist Award 2023, Jogja National Museum, Yogyakarta.

2022: Finalis Erlangga Art Award 2022, Penerbit Erlangga, Museum Nasional, Jakarta.

2019: Pemenang Bandung ContemporaryArt Award #6, ArtSociates, Lawangwangi, Bandung.