Opini, Edarinfo.com – Dewasa ini, dalam dunia pendidikan kita sering mendengar istilah inklusif yang melekat pada kata pendidikan. Pertanyaannya apa yang dimaksud dengan pendidikan inklusif dan bagaimana penerapannya di Indonesia terutama di daerah-daerah sekitar kita. Menurut Permendiknas Nomor 70 Tahun 2009. Pendidikan inklusif adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan/atau berpotensi kecerdasan istimewa untuk belajar bersama dengan peserta didik reguler, serta memastikan adanya layanan pendidikan yang sesuai kebutuhan dan tidak diskriminatif bagi semua siswa. Sistem ini mengacu pada penyelenggaraan pembelajaran dengan prinsip fleksibilitas dan adaptasi kurikulum, serta melibatkan kerjasama antara guru kelas, guru pendamping khusus, dan orang tua untuk memenuhi kebutuhan peserta didik.
Sekarang sudah mulai banyak lembaga pendidikan seperti PAUD, TK, dan SD yang mulai menerapakn sistem pendidikan inklusif ini. Sudah mulai banyak sekolah yang menerima anak yang memiliki kelainan atau berkebutuhan khusus yang disebut dengan ABK untuk bisa belajar di sekolah reguler. Tentunya sekolah juga menerima ABK dengan melihat kemampuan dan pendukung layanan inklusif di sekolahnya. Salah satu dukungan dalam penyelenggaran pendidikan yang inklusif adanya Shadow Teacher.
Apa itu Shadow Teacher?
Shadow Teacher? Istilah ini masih terdengar asing di kalangan masyarakat khususnya di dalam dunia pendidikan. Secara bahasa “Shadow Teacher” berasal dari 2 kata Bahasa Inggris. Shadow adalah bayangan, sedangkan teacher berarti guru. Sesuai dengan makna tersebut maka berarti guru bayangan. Sedangkan secara istilah, shadow teacher adalah seorang pendidik atau pendamping pribadi yang mendampingi anak berkebutuhan khusus (ABK) di sekolah reguler atau inklusif untuk membantunya beradaptasi, fokus belajar, dan tentunya bersosialisasi dengan teman-teman sebayanya.
Secara harfiah memang tepat pengertiannya, namun secara ontologi memiliki makna yang lebih dalam. Shadow teacher meskipun perannya bukan sebagai guru utama, melainkan sebagai sosok pendamping “atau” bayangan yang memberikan dukungan individual satu lawan satu sesuai kebutuhan spesifik PDBK (Peserta Didik Berkebutuhan Khusus). Tanpa dukungan peran shadow teacher, anak berkebutuhan khusus akan mengalami kesulitan mengikuti pembelajaran dikelas. Guru kelas tanpa dukungan shadow teacher akan kesulitan mengkondisikan kelas dan pembelajaran menjadi tidak maksimal.
Problematika Praktik Shadow Teacher
Keterbatasan informasi dan minimya sosialisasi tentang shadow teacher. Masih kita temui orang tua dari ABK yang menolak keberadaan shadow teacher ini. Hal ini diperkuat dengan beberapa alasan penolakannya terutama faktor ekonomi. Sehingga bukan hal asing lagi jika mereka ada yang menolak saran dari pihak sekolah untuk mengakomodasi shadow teacher dalam hal pendampingan bagi anaknya. Yang terjadi justru orang tua ada yang menawarkan diri menjadi pendamping anaknya di kelas atau orang tua membawa shadow teacher sendiri yang notabene masih memiliki hubungan kekerabatan dengannya.
Adanya peran ganda dari orang tua atau kerabat peserta didik yang menjadi shadow teacher di kelas. Apabila orang tua atau kerabat tersebut memahami peran sebagai shadow teacher akan membantu proses pembelajaran anak dengan baik. Namun yang kita temui justru peran sebagai shadow teacher tidak berjalan karena dikendalikan anak. Banyak yang berubah menjadi pelayanan anak bukan guru bayangan anak dan ada beberapa yang mengganggu jalannya pembelajaran karena orang tua ikut campur dalam pembelajaran. Inilah yang harus diubah dalam sistem pendidikan inklusif di sekolah. Sekolah wajib membuat aturan tegas tentang perekrutan tenaga shadow teacher. Agar pembelajaran di kelas dapat berjalan semestinya tanpa adanya intervensi dari orang tua ABK tersebut.
Kenapa Shadow Teacher Dibutuhkan?
Padahal shadow teacher memiliki potensi besar untuk meningkatkan sosial emosional, perilaku, akademik hingga spiritual siswa. Shadow teacher bukan hanya mendampingi ABK selama kegiatan belajar mengajar tetapi juga membantu anak dalam beradaptasi. Shadow teacher seperti perantara guru dengan siswa. Ia juga berperan dalam menyampaikan materi kepada siswa dengan lebih mudah dipahami.
Kita sadari bahwa kelas reguler terdiri dari sekitar 30 siswa. Tentu hal ini akan menyulitkan bagi ABK dalam proses pembelajaran. Karena guru kelas menyampaikan secara klasikal bukan person to person.
Maka dari itu, peran shadow teacher sangat penting dalam kelas reguler. Apabila terjadi tantrum, ABK maupun siswa lainnya pun segera tertangani. ABK juga akan lebih merasa aman ketika mendapat pendampingan oleh shadow teacher. Karena itulah jika bisa shadow teacher harus perekrutan dari pihak luar.
Implementasi Shadow Teacher
Peran shadow teacher begitu tampak di RA Darussalam Ariyojeding, Tulungagung. ABK yang berjumlah 12 mendapat pendampingan shadow teacher dengan jumlah yang sama. Jenis ABK yang ada di sekolah ini meliputi ASD, ADHD, dan Intelectual Disability.
Pentingnya peran shadow teacher terhadap siswa ini dibuktikan dengan adanya berbagai perkembangan pada siswa ABK. Salah satu perkembangan yang tampak adalah anak memiliki kesiapan belajar yang baik dan bisa bersosialisasi dengan teman-teman yang ada di sekolah.
Shadow teacher juga melatih siswa ABK dalam aktivitas yang sudah maupun belum diberikan guru. Adanya pengulangan dan penerjemahan materi dengan lebih sederhana oleh shadow teacher, siswa ABK dapat menerima materi seperti siswa yang lain. Tidak hanya itu, kemampuan kontrol emosi siswa ABK juga akan lebih matang.
Pentingnya peran shadow teacher dalam kelas reguler ini berkaitan erat dengan perkembangan kognitif, afektif, dan perilaku siswa. Koordinasi yang kooperatif antara guru, shadow teacher, dan orang tua juga memudahkan shadow teacher dalam berperan. Peran shadow teacher tidak akan berarti tanpa dukungan berbagai pihak.
Penulis: Yudi Prasetyo