Opini, Edarinfo.com – Program Pertashop yang digagas oleh PT Pertamina pada awalnya lahir dari niat baik: menghadirkan akses energi merata sekaligus membuka peluang usaha bagi pelaku UMKM di daerah. Namun, beberapa tahun setelah diluncurkan, program ini justru menuai keluhan dan keputusasaan dari ribuan pengusaha kecil di berbagai wilayah Indonesia.

Alih-alih menjadi penggerak ekonomi desa, Pertashop kini berubah menjadi beban. Banyak pengusaha yang terlibat dalam program ini menghadapi kesulitan finansial, kehilangan aset, hingga tekanan mental akibat usaha yang tak berjalan sesuai harapan.

Niat Baik, Implementasi Buruk

Masalah utama program Pertashop bukan pada ide dasarnya, melainkan pada implementasinya yang setengah matang. Dari sisi konsep, Pertashop dirancang untuk mengisi celah distribusi BBM di wilayah yang belum terjangkau SPBU besar. Namun, dalam pelaksanaannya, kebijakan justru menjerat pelaku usaha kecil ke dalam situasi sulit.

Banyak pengusaha Pertashop mendirikan usahanya dengan dukungan Kredit Usaha Rakyat (KUR). Mereka percaya pada janji bahwa modal bisa kembali dalam waktu tiga tahun. Faktanya, mayoritas Pertashop kini mangkrak. Sekitar 95 persen tidak lagi beroperasi. Aset yang dijaminkan ke bank terancam dilelang, dan utang menumpuk karena usaha tak menghasilkan keuntungan.

Kondisi ini menunjukkan bahwa Pertashop tidak disiapkan dengan kajian pasar yang matang. Pertamina hanya fokus pada pembangunan infrastruktur tanpa memperhitungkan daya beli masyarakat dan struktur kebutuhan energi di daerah.

Ketimpangan dan Persaingan Tidak Sehat

Masalah semakin kompleks karena aturan main yang timpang. Pertashop hanya diperbolehkan menjual BBM non-subsidi seperti Pertamax, sementara masyarakat pedesaan, mayoritas petani dan nelayan lebih membutuhkan BBM bersubsidi.

Dalam situasi ini, wajar jika konsumen lebih memilih membeli dari pengecer ilegal yang menjual BBM bersubsidi dengan harga lebih murah. Akibatnya, Pertashop sulit bersaing dan akhirnya gulung tikar.

Persaingan seperti ini tidak hanya merugikan pelaku Pertashop, tetapi juga mencederai semangat keadilan ekonomi yang menjadi dasar program UMKM. Pemerintah seakan menutup mata terhadap praktik ilegal, sementara pelaku usaha resmi justru dibiarkan tenggelam oleh kebijakan yang membatasi ruang geraknya.

Dimana Tanggung Jawab Negara?

Negara tidak bisa lepas tangan. Dalam konteks pemberdayaan ekonomi rakyat, pemerintah seharusnya hadir memastikan kebijakan publik tidak justru memperlemah masyarakat kecil.

PT Pertamina sebagai pelaksana program memiliki tanggung jawab moral dan sosial terhadap ribuan pengusaha yang kini terjebak utang akibat kebijakan yang tidak berpihak. Evaluasi menyeluruh mutlak dilakukan, bukan sekadar untuk memperbaiki program, tetapi untuk memulihkan kepercayaan pelaku UMKM terhadap negara dan BUMN.

Ketua DPW Sprindo Migas Sulawesi, Ari Wibowo, menyuarakan hal serupa. Ia menilai pemerintah dan DPRD perlu turun tangan. Bahkan, menurutnya, penggunaan hak angket DPRD Provinsi Sulawesi Selatan menjadi langkah penting agar persoalan Pertashop dapat diungkap secara transparan.

Jangan Jadikan UMKM Kelinci Percobaan

Kegagalan Pertashop harus menjadi pelajaran berharga. Program pemberdayaan tidak cukup hanya dengan semangat dan slogan. Diperlukan perencanaan berbasis data, simulasi ekonomi, serta pengawasan yang konsisten agar kebijakan benar-benar memberi manfaat.

Pengusaha kecil tidak boleh dijadikan “kelinci percobaan” dari kebijakan yang belum siap. Jika negara terus mendorong partisipasi UMKM dalam proyek-proyek besar tanpa perlindungan yang memadai, maka yang terjadi bukan pemberdayaan, melainkan eksploitasi atas nama pembangunan.

Program Pertashop adalah cermin dari bagaimana niat baik bisa gagal karena implementasi yang lemah dan kebijakan yang tidak adaptif. Sudah saatnya pemerintah dan Pertamina melakukan koreksi serius: meninjau kembali skema bisnis, menyesuaikan regulasi penjualan BBM, dan memberikan solusi nyata bagi pengusaha yang terlanjur terjerat utang.

Mendukung UMKM bukan hanya soal memberi peluang, tapi juga memastikan mereka tidak dibiarkan jatuh karena kebijakan yang salah arah. Jika negara benar-benar berpihak pada rakyat kecil, maka evaluasi Pertashop harus menjadi prioritas bukan sekadar wacana.

 

Penulis, Ali Fauzi Mahmuda (Wakil Bendahara PC GP Ansor Kota Makassar)