Makassar, Edarinfo.com – Aktivis Peneleh Regional Makassar menggelar Dialog Pemuda bertema “Dari Krisis ke Aksi: Pemuda Bisa Apa untuk Bangsa?” di Rumah Jakfi Makassar, Senin malam (20/10). Kegiatan ini dihadiri berbagai elemen mahasiswa, aktivis muda, dan pegiat sosial yang berbagi pandangan mengenai peran pemuda dalam menghadapi tantangan kebangsaan saat ini.
Dialog dipandu oleh Fachrizal Ubbe selaku moderator. Dalam pengantarnya, ia mengajak peserta untuk melakukan refleksi mendalam terkait posisi dan peran pemuda masa kini.
“Kita mau refleksi bareng, ngobrol, dan mungkin juga saling menampar halus soal posisi kita sebagai pemuda hari ini,” ujarnya.
Tiga narasumber hadir memberikan pandangan dari beragam perspektif, yakni Kahar Ali Husain Zahra (Founder Rumah Jakfi), Ibnu Syifa (Sekretaris Jenderal Aktivis Peneleh), dan Lutfi Adi yang mewakili HMI Cabang Makassar Timur sebagai Fungsionaris di bidang Hubungan Antar Lembaga Badan Pengelola Latihan (BPL).
Krisis Ideologi dan Aksi Nyata
Kahar Ali Husain Zahra menegaskan bahwa peran pemuda tidak cukup hanya diwujudkan dengan turun ke jalan, tetapi juga perlu aktif di ruang sosial, intelektual, dan spiritual.
“Aksi bukan hanya di jalan, itu dangkal. Aksi sejati lahir dari kesadaran dan ketaqwaan. Revolusi sosial harus berangkat dari revolusi diri,” tegasnya.
Ia mengajak pemuda membangun kesadaran intelektual, emosional, dan humanis sebagai dasar perubahan sosial yang berkelanjutan.

Menghidupkan Semangat Tjokroisme
Sementara itu, Ibnu Syifa menyoroti pentingnya menghidupkan nilai-nilai Tjokroisme, kesadaran, kemandirian, dan keberpihakan pada rakyat sebagai energi ideologis gerakan pemuda.
“Pemuda harus berpikir di luar nalar umum, tapi tetap berpijak pada akar budaya dan realitas sosialnya,” jelasnya.
Ia menambahkan, paradigma Nusantara perlu menjadi pendekatan berpikir agar pemuda tidak tercerabut dari konteksnya, serta menegaskan pentingnya peran mentor agar arah perjuangan pemuda tetap terjaga.
Tantangan Kepemimpinan dan Teknologi
Lutfi Adi, Fungsionaris HMI Cabang Makassar Timur, menyoroti pentingnya kolaborasi lintas generasi di tengah krisis kepemimpinan dan derasnya arus teknologi informasi.
“Yang muda dan yang tidak muda, keduanya punya peran. Pemuda harus hadir membawa riset, sistem, dan solusi, bukan hanya reaksi,” ujarnya.
Ia menambahkan, kemajuan teknologi dan media harus dimanfaatkan berbasis riset dan kerja kolektif agar melahirkan sistem perubahan yang berpihak pada masyarakat.
Aksi Kolektif sebagai Jalan Perubahan
Diskusi ditutup dengan refleksi bersama bahwa perubahan tidak harus dimulai dari gerakan besar, tetapi dapat diawali dari langkah kecil yang konsisten dan bermakna.
Moderator menegaskan bahwa semangat “Dari Krisis ke Aksi” harus diterjemahkan menjadi gerakan nyata yang berawal dari kesadaran diri dan kolaborasi sosial.
“Pemuda tidak boleh berhenti pada wacana. Dari krisis, kita harus berani melangkah menuju aksi,” tutup Fachrizal Ubbe.(*)