Makassar, Edarinfo.com — Sidang pemeriksaan saksi dalam perkara ketenagakerjaan yang melibatkan Serikat Buruh Indonesia PT Huadi Nickel Alloy (SBIPE) kembali digelar di Pengadilan Negeri Makassar, Selasa (7/10/2025). Dalam sidang kali ini, tim kuasa hukum menghadirkan saksi fakta dan saksi ahli ketenagakerjaan yang menilai perusahaan telah melanggar sejumlah ketentuan hukum.
Saksi ahli ketenagakerjaan dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Nabiyla Risfa Izzati, menegaskan bahwa jam kerja perusahaan wajib tunduk pada ketentuan perundang-undangan. “Buruh dibatasi selama delapan jam kerja, selebihnya masuk dalam ketentuan kerja lembur. Bilamana perusahaan memberlakukan 12 jam kerja, maka delapan jam merupakan jam pokok dan empat jam lainnya termasuk lembur,” tegas Nabiyla di hadapan majelis hakim.
Ia juga menjelaskan, pengecualian terhadap waktu kerja hanya berlaku pada sektor usaha tertentu yang diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI, yang mengatur waktu kerja, kerja lembur, serta upah lembur secara khusus.
Menanggapi pertanyaan kuasa hukum terkait perjanjian bersama antara perusahaan dan 20 buruh, Nabiyla menjelaskan bahwa ruang lingkup perjanjian tersebut bersifat terbatas.
“Terkait perjanjian bersama, kalau disimak, hal yang disepakati hanya sebatas persoalan PHK. Artinya, tidak menutup kemungkinan buruh masih bisa menuntut hak lain jika terbukti ada pelanggaran, misalnya soal lembur,” tambahnya.
Lebih lanjut, ia menyoroti kebijakan perusahaan yang menetapkan upah insentif 40 persen berdasarkan “Memo Internal”. Menurutnya, kebijakan itu bertentangan dengan PP Nomor 35 Tahun 2021 yang secara jelas mengatur tentang upah lembur.
“Secara eksplisit, tidak ada istilah ‘upah insentif’ dalam peraturan pemerintah. Artinya, buruh tetap berhak atas upah lembur sebagaimana diatur dalam PP tersebut,” tegas Nabiyla.
Dalam sidang yang sama, tim kuasa hukum juga menghadirkan saksi fakta, seorang buruh perempuan yang pernah bekerja di PT Huadi Nickel Alloy. Ia memberikan kesaksian mengenai kondisi kerja ekstrem yang dialaminya tanpa perlindungan khusus bagi buruh perempuan.
“Saya bekerja di bagian Central Control Room sejak tahun 2021, dan telah mengalami keguguran sebanyak tiga kali,” ungkapnya dengan suara bergetar.
Saksi menuturkan, beban kerja yang berat dan jam kerja panjang membuatnya sering kelelahan hingga berdampak pada kesehatan. Kesaksiannya membuat suasana ruang sidang berubah haru.
“Saya sedih, mengingat kembali masa-masa saat bekerja dan mengalami keguguran di tempat kerja,” ujarnya sambil meneteskan air mata.
Sementara itu, pihak PT Huadi Nickel Alloy melalui tim kuasa hukumnya mencoba mempertahankan argumen hukum untuk membenarkan kebijakan perusahaan. Namun, kesaksian dari ahli dan saksi fakta justru mengurai kenyataan yang dinilai tidak berpihak pada buruh.
Sidang selanjutnya dijadwalkan kembali digelar dengan agenda mendengarkan keterangan tambahan dari pihak terkait.(*)