Makassar, Edarinfo.com – Serikat Buruh Industri Pertambangan dan Energi (SBIPE) Buruh Kawasan Industri Bantaeng (KIBA) yang telah lama menuntut hak-haknya dari PT Huadi Nickel Alloy melanjutkan Perjuangan dengan Aksi Solidaritas Lilin Keadilan untuk Buruh Kiba di Monumen Mandala, Makassar, Senin Malam (29/09/2025)
Cibal, selaku Humas SBIPE, menjelaskan filosofi di balik Aksi Pembakaran lilin tersebut. “Makna aksi yang kita lakukan malam ini adalah bentuk Perjuangan untuk Keadilan buruh KIBA. Kita berharap Pembakaran Lilin ini dapat menggalang solidaritas lebih luas dari berbagai elemen masyarakat,” ujarnya, sambil menatap cahaya lilin yang berkobar di kegelapan.
Harapan besar juga dititipkan untuk sidang yang sedang bergulir di Pengadilan Negeri Makassar. “Kita berharap keputusannya tidak mengkhianati buruh, karena kita menilai bahwa masalah yang saat ini terjadi sudah sangat jelas,” tegas Cibal.
Ia menambahkan bahwa dengan membakar lilin, para buruh dapat bangkit dari kegelapan. “Apa yang terjadi saat ini merupakan upaya perusahaan untuk melegalkan sebuah kejahatan yang dibungkus rapi dalam hubungan industrial. Mereka menggunakan instrumen hukum untuk membenarkan kejahatan tersebut,” tegasnya.
Konflik antara buruh KIBA dan PT Huadi Nickel Alloy telah berlangsung cukup lama, bermula dari beberapa tuntutan buruh yang tidak dipenuhi perusahaan. Junaid, sebagai Ketua SBIPE
”Yang pertama soal upah lembur yang tidak dibayarkan perusahaan, yang kedua karena kawan-kawan yang di-rumahkan dan sampai saat ini belum mendapat kompensasi,” jelas Junaid.
Lebih lanjutnya Junaid, Secara detailnya Perjuangan buruh KIBA bukanlah usaha yang mudah. Berikut adalah proses perjuangan mereka dalam beberapa bulan terakhir:
Pada Maret–Mei 2025, Pengawas Ketenagakerjaan Sulsel memeriksa laporan buruh dan menerbitkan penetapan resmi yang mewajibkan perusahaan membayar kekurangan upah lembur. Namun perusahaan mengabaikan perintah tersebut
Buruh sebelumnya menggelar aksi damai selama 16 hari pada Juli 2025 menuntut pembayaran hak lembur dan kejelasan status kerja. Perundingan tripartit menghasilkan Perjanjian Bersama terkait opsi PHK atau dirumahkan, namun tidak mencakup perselisihan soal upah lembur. Mediator Dinas Ketenagakerjaan menegaskan perjanjian tersebut hanya mengatur PHK.
Dan pada Agustus 2025 justru menggugat 20 buruh ke PHI.
Hingga kini belum ada keterangan dari pihak PT Huadi Nickel Alloy Indonesia terkait tuntutan buruh KIBA.
Mengenai sidang PHI yang akan berlangsung, Junaid berharap agar hakim dapat memutuskan secara adil bagi buruh. “Harapan kami pertama, tuntutan kawan-kawan buruh bisa dimenangkan. Yang kedua adalah salah satu jalan bagaimana sistem kerja paksa di PT Huadi bisa dihapuskan,” ujarnya.
Menurut Junaid, sistem kerja itu bertentangan dengan Peraturan Pemerintah (PP) No 35 Tahun 2021 yang membatasi jam kerja 40 jam per minggu dan mewajibkan hak istirahat harian serta mingguan. Dengan sistem tersebut, buruh dipaksa bekerja hingga 240 jam per bulan.
Salah satu solidaritas yang hadir dari Malakaji, Daeng Lewa, menyampaikan kegelisahannya dalam bahasa Makassar. “Anu sallomo inni masalahyya, ngapana Indonesia inni 80 tahun merdeka terjadinji. (Masalah ini sudah lama, tapi kenapa Indonesia yang sudah 80 tahun merdeka ini masih terjadi),” tuturnya dengan nada getir.
Daeng Lewa bahkan menggambarkan kondisi di PT Huadi Nickel Alloy serupa dengan keadaan pada masa Revolusi Industrial ratusan tahun lalu, di mana terjadi penindasan terhadap buruh dengan jam kerja yang tidak menentu, berkisar antara 12 hingga 16 jam per hari.
Saat ini, seluruh mata tertuju pada Pengadilan Negeri Makassar, dengan tetap melanjutkan Agenda utama Aksi Solidaritas Keadilan untuk Buruh Kiba, yaitu mengawal Sidang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PHI) di Pengadilan Negeri Makassar, yang berlangsung pada Hari Selasa (30/09/2025).
Sidang terkait gugatan perusahaan terhadap buruh atas penetapan kekurangan upah oleh pengawas ketenagakerjaan. Jumlah buruh yang digugat sebanyak 20 orang.
Berdasarkan perhitungan serikat dan pengawas, total kekurangan upah lembur bagi 20 buruh mencapai sekitar Rp983 juta.
Selain itu, gaji pokok tahun 2025 sebesar Rp3.500.000 lebih rendah dari UMP Sulsel 2025 sebesar Rp3.657.527. Selisih Rp157.527 per orang per bulan menambah beban buruh.
Di tengah gemerlap kota Makassar yang terus berkembang, Aksi Solidaritas Lilin Keadilan di Monumen Mandala menjadi pengingat bahwa di balik megahnya pembangunan industri, masih ada buruh-buruh yang terus berjuang untuk hak-hak dasar mereka. Perjuangan ini tidak hanya tentang upah atau kompensasi, tetapi juga tentang Hak Asasi Manusia bagi Pekerja & Buruh.