Jakarta, Edarinfo.com – Kekosongan hukum terkait batas maksimum Hak Guna Usaha (HGU) bagi korporasi dinilai menjadi salah satu persoalan serius dalam sektor agraria Indonesia. Meski Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996, Pasal 5, telah menegaskan bahwa ketentuan luas maksimum HGU untuk badan hukum akan ditetapkan oleh Menteri, hingga kini peraturan menteri yang dimaksud tak kunjung diterbitkan.
Kondisi tersebut memunculkan rechts vacuum atau kekosongan hukum, yang memberi ruang bagi korporasi menguasai lahan dalam skala ratusan ribu hektare. Praktik itu dianggap bertentangan dengan semangat Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA), khususnya Pasal 7 yang melarang penguasaan tanah melebihi batas sehingga merugikan kepentingan umum.
“Akibat kekosongan hukum ini, ketimpangan agraria makin melebar. Petani kecil kesulitan mengakses tanah, sementara korporasi justru mendominasi. Ini juga menyalahi fungsi sosial tanah sebagaimana diatur Pasal 33 ayat (3) UUD 1945,” ujar Bayu Sanggra Wisesa, S.H., M.H., C.Med., CHCO., CIC., Direktur Firma Hukum Nawasena BSW Anawai, kepada wartawan, Rabu, 10/08/25.
Bayu menilai, dalam situasi kekosongan hukum, pemerintah semestinya menggunakan metode interpretasi sistematis dan teleologis agar regulasi yang ada tetap berjalan sesuai tujuan pembentukan UUPA, yakni menciptakan keadilan agraria. Ia juga menekankan perlunya segera diterbitkan aturan turunan oleh Menteri Agraria/Tata Ruang mengenai batas luas HGU bagi badan hukum.
“Kalau dibiarkan berlarut, bukan hanya ketidakpastian hukum yang terjadi, tapi juga ketidakadilan sosial dan meningkatnya konflik agraria,” tegasnya.
Sejumlah catatan lapangan menunjukkan, dominasi korporasi dalam penguasaan tanah sudah berlangsung lama. Sementara itu, mayoritas petani di Indonesia hanya memiliki lahan sempit, bahkan banyak yang tidak memiliki tanah sama sekali. Kondisi ini dinilai berpotensi memperburuk ketegangan antara masyarakat dengan perusahaan.
Pengamat agraria menilai, urgensi saat ini adalah memastikan tanah benar-benar dikelola sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat, bukan hanya untuk kepentingan korporasi. Penerbitan aturan pembatasan luas HGU dipandang menjadi langkah awal untuk mencegah semakin lebarnya jurang ketidakadilan dalam penguasaan tanah. (*)