Makassar, Edarinfo.com– Ketua DPD KNPI I Sulawesi Selatan, Andi Surahman Batara, menyarankan agar kedua pihak yang bertikai dalam insiden kekerasan yang akhir-akhir ini diperbincangkan, yakni organisasi IPMIL (Ikatan Pemuda Mahasiswa Indonesia Luwu) dan sejumlah mahasiswa asal Makassar, duduk bersama untuk meredam konflik. Namun, seruan ini justru menuai respons keras dari berbagai kalangan, termasuk dari mantan Ketua Umum Persatuan Mahasiswa Tau Sianakkang (PMTS) periode 2023–2024, Muh. Arif.

Menurut Arif, pernyataan Ketua KNPI Sulsel dianggap terlalu normatif dan jauh dari realitas di lapangan. Ia menilai IPMIL selama ini menunjukkan pola kekerasan yang berulang, bahkan setelah dilakukan upaya perdamaian secara formal.

“Bagaimana mungkin kita bicara damai jika salah satu pihak, yakni IPMIL berulang kali bersikap agresif dan tidak menghormati perjanjian perdamaian yang pernah disepakati di depan Kapolrestabes?” ujarnya kepada media.

Ia menambahkan, pengalaman panjang dalam berinteraksi dengan IPMIL memperlihatkan bahwa setiap ajakan damai selalu dibalas dengan tindakan arogansi dan kekerasan.

“IPMIL tidak suka berdamai. Itu bukan asumsi, tapi kesimpulan dari banyak kejadian nyata yang kami alami,” tegasnya.

Salah satu peristiwa yang disorot adalah insiden penikaman pada tahun 2023, di mana seorang mahasiswa asal Makassar menjadi korban serangan tiba-tiba yang dilakukan oleh kader IPMIL. Peristiwa itu sempat memicu ketegangan antara IPMIL dan PMTS, sebelum akhirnya dimediasi oleh pihak kepolisian dan diakhiri dengan penandatanganan perjanjian damai.

Namun ironisnya, lanjut Arif, perjanjian tersebut kembali dilanggar dengan terjadinya penyerangan dan penikaman tanpa sebab oleh oknum yang diduga berasal dari IPMIL.

Pernyataan Andi Surahman Batara yang diketahui juga merupakan mantan pengurus IPMIL Raya UMI dinilai tidak menyentuh akar persoalan. Banyak pihak menilai bahwa perdamaian tak akan mungkin terjadi tanpa adanya proses hukum yang adil dan transparan terhadap para pelaku kekerasan.

“Jangan bicara damai jika pelaku penikaman saja belum ditangkap hingga hari ini. Damai tidak boleh dijadikan alat untuk mengabaikan keadilan,” tambahnya.

Masyarakat Makassar kini menanti langkah tegas dari kepolisian. Mereka berharap bukan hanya narasi damai yang digaungkan, tetapi juga penegakan hukum yang adil dan menyeluruh sebagai fondasi utama menuju rekonsiliasi yang bermartabat dan berkelanjutan.(*)