Takalar, Edarinfo.com – Momentum 100 hari kerja pemerintahan Kabupaten Takalar, publik dikejutkan dengan naiknya status kasus dugaan pencemaran nama baik yang dilaporkan oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Takalar, Muhammad Hasbi, ke tahap penyidikan. Hal ini dikonfirmasi oleh Kasat Reskrim Polres Takalar, AKP Muhammad Hatta, pada Selasa, 3 Juni 2025.

“Untuk status perkara, laporan tentang pencemaran nama baik dan pelanggaran UU ITE sudah naik ke tahap penyidikan,” ujar Hatta, dikutip dari Fajar.co.id.

Kasus ini berawal dari unggahan karikatur satir yang mengkritik Sekda Takalar. Alih-alih menjadi ruang dialog, kritik tersebut justru dilaporkan dan diproses sebagai dugaan tindak pidana. Langkah hukum ini memantik kecaman dari berbagai kalangan, khususnya organisasi masyarakat sipil dan pegiat hak asasi manusia.

Ketua Bidang Perlindungan HAM Badko HMI Sulsel, Iwan Mazkrib, menyayangkan sikap Sekda yang dinilai antikritik dan mencerminkan penyalahgunaan kekuasaan.

“Hanya karena kritik melalui karikatur satir, warga justru dikriminalisasi. Ini terlalu lebay untuk seorang pejabat publik. Sikap seperti ini adalah bentuk abuse of power,” tegas Iwan saat diwawancarai Edarinfo, Senin, 23 Juni 2025.

Menurutnya, tindakan tersebut mengabaikan putusan Mahkamah Konstitusi yang telah menegaskan perlindungan terhadap kebebasan berekspresi dalam konteks kritik.

“Kalau kasus ini terus dilanjutkan, kami menganggap Sekda dan aparat penegak hukum telah mengabaikan putusan MK. Ini mencederai prinsip negara hukum dan mengancam keberlangsungan HAM dan demokrasi di daerah,” jelasnya.

Iwan juga menekankan bahwa Badko HMI Sulsel, bersama Kementerian Hukum dan HAM, tengah aktif mendorong penguatan nilai-nilai HAM di tingkat daerah, termasuk di lingkungan pemerintahan.

“Menjelang Hari Bhayangkara ke-79, kami harap kasus ini menjadi bahan evaluasi serius. Sudah saatnya praktik kriminalisasi warga karena kritik dihentikan,” tegasnya.

Lebih lanjut, ia meminta Kapolri dan Komnas HAM turun tangan mengawasi jalannya proses hukum yang dinilai bermasalah, sekaligus mendesak Bupati Takalar untuk mengevaluasi kinerja Sekda.

“Jika praktik antikritik seperti ini terus dibiarkan, ruang demokrasi di Takalar akan menyempit. Rakyat bisa kehilangan hak konstitusionalnya untuk menyuarakan pendapat secara bebas dan bertanggung jawab,” tutup Iwan.

Hingga berita ini diturunkan, kasus tersebut masih dalam tahap penyidikan dan terus menjadi sorotan publik, terutama dalam kaitannya dengan perlindungan kebebasan berekspresi dan demokrasi lokal. (*)