“Produktif bukan berarti sibuk setiap waktu. Produktif berarti tahu apa yang ingin dilakukan, lalu konsisten menjalaninya.”

Opini, Edarinfo.com– Di tengah tekanan sosial, akademik, dan tuntutan media sosial, banyak anak muda merasa sibuk setiap hari, namun tetap merasa tidak ke mana-mana. Waktu habis untuk tugas, organisasi, dan urusan pribadi, tapi hasilnya sering tak sebanding dengan energi yang terkuras. Lalu muncul pertanyaan: apakah kita benar-benar produktif, atau hanya sibuk?

Tekanan datang dari berbagai arah. Dari keluarga yang terlihat harmonis tapi menyimpan konflik, dari lingkungan sosial yang menuntut empati bahkan saat diri sendiri sedang lelah, hingga dari sistem pendidikan yang menuntut performa tinggi tanpa henti. Ditambah lagi, media sosial kerap menjadi distraksi besar. Scrolling tanpa jeda sering membuat kita kehilangan fokus dan merasa tertinggal jauh dari orang lain.

Namun, semua itu bukan alasan untuk menyerah. Kuncinya terletak pada bagaimana kita mengelola waktu, energi, dan pikiran dengan bijak.

Dalam Islam, konsep produktivitas ditegaskan dalam Al-Qur’an. Allah tidak menciptakan manusia dengan sia-sia, sebagaimana tertulis dalam Surah Ali Imran ayat 191. Artinya, setiap dari kita memiliki potensi besar, asal mampu mengarahkannya pada tujuan yang jelas.

Saya sendiri pernah mengalami burnout. Cemas, tidak percaya diri, dan bingung harus mulai dari mana. Namun, tulisan ini tidak akan membahas perjuangan mental secara mendalam. Saya ingin fokus pada bagaimana anak muda bisa tetap produktif di tengah tantangan hidup, berdasarkan pengalaman pribadi.

  1. Tetapkan Tujuan yang Jelas

Kesalahan umum yang sering terjadi adalah memasang terlalu banyak target tanpa menetapkan prioritas. Sejak awal kuliah, saya menetapkan satu tujuan utama: aktif di organisasi. Dengan tujuan ini, saya menata ulang strategi akademik dan membagi waktu agar bisa berkembang di dua bidang sekaligus, akademik dan non-akademik.

Punya tujuan yang jelas membuat setiap aktivitas terasa bermakna. Bukan sekadar rutinitas, melainkan bagian dari rencana besar hidup.

  1. Disiplin Mengelola Waktu

Produktif bukan berarti sibuk terus-menerus, tetapi tahu kapan harus bekerja dan kapan harus beristirahat. Saya terbiasa membuat daftar tugas harian (to-do list), menggunakan teknik time blocking, serta melakukan refleksi mingguan.

Kebiasaan ini membantu saya menjaga keseimbangan. Saya tetap punya waktu bersantai, berkumpul bersama keluarga, dan beristirahat tanpa merasa bersalah. Disiplin waktu juga menyelamatkan saya dari kebiasaan buruk seperti overwork dan overthinking. Meski tidak semua hari berjalan sesuai rencana, memiliki kerangka waktu membuat kita lebih siap menghadapi ketidakterdugaan.

  1. Temukan Metode Belajar yang Efektif

Belajar berjam-jam tanpa henti bukanlah jaminan produktivitas. Studi oleh Smolen, Zhang, dan Byrne dalam The Right Time to Learn menunjukkan bahwa pembelajaran terjadwal (spaced learning) lebih efektif.

Beberapa metode belajar yang bisa diterapkan:

  • Pomodoro Technique: 25 menit fokus, 5 menit istirahat. Cocok untuk pekerjaan cepat dan padat.
  • 52/17 Method: 52 menit kerja, 17 menit istirahat. Cocok untuk deep work.
  • 90-Minute Cycle: 90 menit kerja mengikuti ritme alami otak. Ideal untuk tugas berat seperti menulis atau coding.
  • Time Blocking: Mengalokasikan waktu spesifik untuk tiap aktivitas. Efektif bagi yang menyukai struktur harian.

Saya sendiri menggunakan metode Pomodoro saat mengerjakan artikel, dan siklus 90 menit saat menulis buku atau mengikuti webinar. Ini membantu menjaga fokus dan menghindari kejenuhan.

  1. Pilih Organisasi yang Relevan

Produktif bukan soal mengikuti semua kegiatan, tetapi memilih aktivitas yang relevan dan mendukung pertumbuhan pribadi. Jika akademik sudah stabil, bergabunglah dengan organisasi sesuai minat, entah olahraga, seni, sosial, atau lainnya.

Pastikan organisasi tersebut tidak membebani secara mental. Lingkungan yang sehat menjadi kunci agar produktivitas tetap terjaga tanpa mengorbankan kesehatan mental.

  1. Bangun Kebiasaan Positif dan Lingkungan yang Mendukung

Perubahan besar lahir dari kebiasaan kecil yang dilakukan secara konsisten. Contohnya, olahraga tiga kali seminggu. Jika dilakukan terus-menerus, ini akan menjadi rutinitas yang terasa aneh jika dilewatkan.

Lingkungan juga berpengaruh besar. Ketika keluarga sedang dalam konflik, memiliki teman, mentor, atau komunitas yang suportif bisa menjadi penopang. Mereka hadir untuk mengingatkan, menyemangati, dan mendampingi, hal itu yang sering kali luput disyukuri.

Pencapaian Hanya Bonus dari Konsistensi

Berikut beberapa pencapaian yang saya raih sebagai hasil dari proses produktif tersebut:

  • Lulus S1 dengan IPK 4.0 dalam waktu 3 tahun 6 bulan
  • Mahasiswa terbaik prodi, fakultas, dan universitas
  • Chief Creative Officer di BelajarBersama
  • Anggota Forum Pemuda Pelopor Indonesia (FPPI) Sulawesi Selatan
  • Program pertukaran pelajar dalam dan luar negeri (fully funded)
  • Penulis artikel ilmiah nasional dan internasional
  • Penulis buku akademik dan fiksi

Semua itu bukan karena saya luar biasa, melainkan karena konsistensi dalam hal-hal kecil, seperti tidur cukup, tidak menunda pekerjaan, dan terus belajar meski sedang malas.

Produktif dengan Tujuan dan Ketulusan

Kita bisa berdoa dan merancang strategi hidup, tetapi hasil akhir tetaplah skenario Allah. Maka, perbaiki hubungan dengan-Nya dan dengan orang-orang terdekat, orang tua, sahabat, atau siapa pun yang punya tempat di hati.

Sebab pada akhirnya, produktivitas sejati bukan tentang pencapaian semata, tetapi tentang menjalani hidup dengan arah, makna, dan ketulusan.

“Kita tidak sedang berlomba dengan orang lain. Kita hanya sedang berusaha menjadi versi terbaik dari diri sendiri, setiap hari, sedikit demi sedikit.”

 

Penulis: Ulfiah Syukri (Jurnalis)

Editor: Hamka Pakka