Jakarta, Edarinfo.com– Serangan udara Israel mengguncang sebuah sekolah yang difungsikan sebagai tempat penampungan di Kota Gaza, Jumat (4/4/2025), menewaskan sedikitnya 33 warga Palestina, termasuk anak-anak dan perempuan hamil. Serangan ini menambah panjang daftar korban jiwa di tengah memanasnya kembali konflik antara Israel dan Hamas.
Serangan terjadi di sekolah Dar al-Arqam yang terletak di Distrik Tuffah, timur laut Kota Gaza, pada pukul 12.15 waktu setempat (19.15 WIB). Menurut laporan tim medis yang dilansir Al Jazeera, puluhan korban luka, termasuk anak-anak dengan kondisi kritis, dilarikan menggunakan mobil dan truk menuju rumah sakit terdekat.
Juru bicara Badan Pertahanan Sipil yang dikelola Hamas, Mahmoud Bassal, mengonfirmasi bahwa mayoritas korban adalah warga sipil, termasuk keluarga-keluarga yang mencari perlindungan di dalam sekolah tersebut.
Israel Klaim Sasar Teroris Hamas
Pihak militer Israel (IDF) menyatakan bahwa serangan tersebut menargetkan “teroris terkemuka” yang sedang berada di pusat komando Hamas. Mereka mengklaim telah mengambil langkah untuk meminimalkan korban sipil, meski kenyataannya, sekolah yang dihuni pengungsi justru menjadi sasaran.
Dalam dua pekan terakhir, IDF melaporkan telah menyerang lebih dari 600 “target teroris” dan menewaskan lebih dari 250 anggota Hamas. Operasi militer ini disebut telah masuk ke fase baru dengan tujuan mengepung dan membagi wilayah Gaza, termasuk Rafah dan bagian dari Khan Younis.
Korban Sipil Terus Bertambah
Data Kementerian Kesehatan Gaza mencatat, 1.163 warga Palestina tewas dalam dua pekan terakhir. Berdasarkan catatan PBB, lebih dari 300 di antaranya adalah anak-anak.
Situasi kemanusiaan kian memburuk. Sekitar 100.000 warga Palestina terpaksa mengungsi akibat perintah evakuasi yang dikeluarkan militer Israel untuk wilayah utara Gaza, Rafah, dan Khan Younis.
Serangan ke Tim Kemanusiaan
Sehari sebelum serangan ke sekolah, Kamis (3/4), terjadi penembakan terhadap sejumlah kendaraan darurat, termasuk lima ambulans, satu mobil pemadam kebakaran, dan satu kendaraan milik PBB. Militer Israel mengklaim kendaraan-kendaraan tersebut mencurigakan karena bergerak tanpa lampu atau sinyal.
Namun, pernyataan ini dibantah oleh Munther Abed, salah satu penyintas yang menegaskan bahwa semua lampu menyala dan seluruh awak adalah warga sipil.
Gencatan Senjata Masih Mandek
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, mengatakan tekanan militer ditujukan untuk memaksa Hamas membebaskan 59 sandera, di mana 24 di antaranya diyakini masih hidup.
Sementara itu, Hamas menolak proposal gencatan senjata yang diinisiasi Israel dan Amerika Serikat. Mereka hanya mempertimbangkan usulan dari Qatar dan Mesir, yang mencakup gencatan 50 hari, pembebasan tawanan Palestina, penarikan pasukan Israel, serta masuknya bantuan kemanusiaan secara masif.
Ketika sekolah berubah menjadi kuburan massal dan ambulans menjadi sasaran peluru, dunia dihadapkan pada pertanyaan paling mendasar: berapa banyak lagi nyawa yang harus dikorbankan sebelum kemanusiaan kembali menjadi pijakan?(*)