Makassar, Edarinfo.com – Kasus orang hilang di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat sepanjang tahun 2024 semakin mengkhawatirkan. Empat warga dari dua provinsi tersebut dilaporkan hilang, diduga terkait dengan sindikat Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Sulawesi Selatan menilai Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) belum bersikap tegas terhadap kasus ini.
Menurut data yang dihimpun dari berbagai sumber, berikut daftar korban yang dilaporkan hilang:
- Feni Ere (28), warga Kecamatan Wara Barat, Palopo, Sulawesi Selatan, bekerja sebagai sales mobil. Dilaporkan hilang berdasarkan laporan polisi di Polres Palopo pada 27 Januari 2024. Ia ditemukan dalam kondisi tinggal kerangka di Kelurahan Battang Barat, Kecamatan Wara Barat, Kota Palopo, pada 10 Februari 2025.
- Paramitha Titania Anggelica alias Mita (26), warga Bottodongga, Desa Bottobenteng, Kecamatan Majauleng, Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan. Dilaporkan hilang ke Polres Wajo pada 23 Juli 2024, diduga menghilang dalam perjalanan ke Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah menggunakan mobil travel.
- Hartina (17), warga Desa Landi Kanusuang, Kecamatan Mapilli, Kabupaten Polewali Mandar (Polman), Sulawesi Barat. Dilaporkan hilang ke Polres Polman pada 13 November 2024, diduga dibawa oleh orang tak dikenal (OTK) ke Morowali.
- Jessica Sollu alias Chika (23), warga Kelurahan Boting, Kecamatan Wara, Kota Palopo, Sulawesi Selatan, bekerja di pabrik nikel di Morowali, Sulawesi Tengah. Dilaporkan hilang ke Polres Palopo sejak 12 November 2024, terakhir terlihat menaiki mobil travel menuju tempat kerjanya.
Menanggapi hal tersebut, Fungsionaris Badan Koordinasi (Badko) HMI Sulawesi Selatan, Iwan Mazkrib, yang menjabat di Bidang Hukum dan HAM, menilai Komnas HAM belum memberikan respons yang memadai.

“Kita menyaksikan maraknya berita orang hilang, bahkan keluarga korban belum mendapat kepastian hukum hingga saat ini. Komnas HAM sebagai lembaga negara yang memiliki kewenangan dalam pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan, dan mediasi hak asasi manusia, seharusnya tidak diam saja. Hingga kini, belum ada tindakan konkret dari mereka,” ujarnya pada Rabu (26/02/2025).
Eks Direktur Eksekutif Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum Mahasiswa Islam (LKBHMI) Cabang Gowa Raya, Mazkrib, menduga kasus ini memiliki pola yang sama dengan modus operandi sindikat TPPO. Menurutnya, hilangnya sejumlah perempuan dalam rentang waktu satu tahun terakhir menunjukkan indikasi kuat adanya perdagangan manusia.
“Modus TPPO sering kali diawali dengan kasus orang hilang, lalu ditemukan kesamaan pola dalam hilangnya para korban, yang sebagian besar adalah perempuan. Sayangnya, laporan kepolisian terkait kasus-kasus ini belum memberikan kepastian hukum,” tambahnya.
Desakan kepada Komnas HAM dan Pemerintah
Terkait kondisi ini, HMI Sulawesi Selatan menyampaikan sejumlah tuntutan:
- Mendesak Komnas HAM untuk segera mengambil tindakan konkret sesuai mandat undang-undang.
- Meminta Komnas HAM berkoordinasi dengan pemerintah guna mencegah kejahatan sindikat TPPO.
- Menantang kepala daerah baru di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat untuk menjadikan perlindungan HAM sebagai kebijakan prioritas.
- Mendesak kepolisian untuk mengusut tuntas dugaan sindikat TPPO di Sulselbar.
- Mengajak akademisi dan aktivis untuk menjadikan kasus ini sebagai bahan kajian guna melawan modus sindikat TPPO.
- Mengimbau masyarakat agar lebih waspada terhadap bahaya perdagangan manusia.
“Kejahatan kemanusiaan ini tidak boleh dibiarkan. Siapa pun bisa menjadi korban. Kami akan terus mengawal kasus ini hingga ada kejelasan hukum,” tegas Iwan Mazkrib.
Kasus perdagangan orang di Indonesia telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO. Kejahatan ini mencakup berbagai bentuk eksploitasi, seperti perbudakan, eksploitasi seksual, eksploitasi anak, tenaga kerja paksa, hingga pernikahan paksa. Dengan pergerakan sindikat yang terorganisir secara nasional dan internasional, perlu ada upaya lebih serius dalam memberantas kejahatan ini.
Hingga berita ini diterbitkan, Komnas HAM belum memberikan pernyataan resmi terkait kasus ini.(*)