Jakarta, Edarinfo.comKasus produksi dan peredaran kosmetik ilegal yang menyita perhatian publik di Sulawesi Selatan kembali menjadi sorotan. Salah satunya, Diretur Eksekutif Bakornas LKBHMI PB HMI, Syamsumarlin. Sebelumnya, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI bersama Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Selatan telah merilis enam merek skincare yang terbukti mengandung bahan berbahaya. Produk-produk tersebut adalah:

  1. Fenny Frans (FF)
  2. Ratu Glow / Raja Glow (RG)
  3. Mira Hayati (MH)
  4. Maxie Glow
  5. Bestie Glow
  6. NRL

Namun, Syamsumarlin menilai penegakan hukum dalam kasus ini tidak profesional dan terkesan memberikan perlakuan khusus. “Dari enam merek yang terbukti mengandung bahan berbahaya, Polda Sulawesi Selatan hanya menetapkan tiga pemilik produk sebagai tersangka, yaitu Mira Hayati (MH), Mustadi Dg. Sila (MS), dan Agus Salim (AS). Jadi, terkesan ada yang diberikan perlakuan khusus”, ungkap Syamsumarlin ke awak media kami, Senin, 30/12/24.

Hingga saat ini, ketiga tersangka belum ditahan, dengan alasan objektivitas dan subjektivitas penahanan, yang dianggap berbeda dengan penanganan kasus lain. Iapun menilai kondisi ini memunculkan pertanyaan di kalangan masyarakat, Apakah ada dugaan keterlibatan pihak tertentu yang melindungi para pemilik produk tersebut?

Aturan Hukum dan Ancaman Pidana

Syamsumarlin mengungkapkan bahwa produksi dan peredaran kosmetik ilegal di Indonesia diatur dalam beberapa undang-undang, di antaranya:

  1. Pasal 197 jo. Pasal 106 ayat (1) UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, sebagaimana diubah oleh Peraturan Pemerintah Pengganti UU No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja. Pelanggaran ini diancam pidana penjara maksimal 15 tahun dan denda hingga Rp1 miliar.
  2. Pasal 196 jo. Pasal 98 ayat (2) dan (3) UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Pelanggaran ini diancam pidana penjara maksimal 10 tahun dan denda hingga Rp1 miliar.
  3. Pasal 62 ayat (1) jo. Pasal 8 ayat (1) huruf a UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Pelanggaran ini diancam pidana penjara maksimal 5 tahun atau denda hingga Rp2 miliar.

Pernyataan Sikap BAKORNAS LKBHMI PB HMI

Menanggapi polemik tersebut, pihaknya menyampaikan enam poin pernyataan sikap sebagai berikut:

  1. Mendukung langkah BPOM RI dan Aparat Penegak Hukum (APH) dalam memberantas praktik kejahatan produksi dan peredaran kosmetik ilegal yang merugikan masyarakat.
  2. Mendesak BPOM RI untuk mencabut izin edar dan menarik produk yang terbukti mengandung bahan berbahaya dari peredaran.
  3. Mendesak Bareskrim Polri untuk memberikan perhatian khusus terhadap penanganan kasus kosmetik ilegal di Polda Sulawesi Selatan, khususnya terkait para tersangka.
  4. Mendesak penyidik Polda Sulawesi Selatan untuk segera menahan tersangka Mira Hayati (MH), Mustadi Dg. Sila (MS), dan Agus Salim (AS), serta menetapkan tersangka lain yang terlibat.
  5. Mendesak Polda Sulawesi Selatan untuk memproses pemilik produk Maxie Glow, Bestie Glow, dan NRL, yang juga terbukti memproduksi dan mengedarkan kosmetik berbahaya.
  6. Mendesak Polri untuk mengusut dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) terhadap para tersangka, demi memastikan perlindungan konsumen dan penanganan dampak kesehatan para korban.

Dampak Kesehatan dan Perlunya Tindakan Tegas

Kasus ini menimbulkan kekhawatiran besar karena dampaknya terhadap kesehatan masyarakat. Produk yang mengandung bahan berbahaya dapat menyebabkan gangguan kesehatan serius, seperti iritasi kulit, kerusakan organ, hingga risiko kanker. Oleh karena itu, pihaknya berharap aparat penegak hukum bersikap transparan dan profesional dalam menangani kasus ini.

“Penegakan hukum yang tegas tidak hanya memberikan rasa keadilan, tetapi juga menjadi langkah preventif untuk melindungi masyarakat dari produk-produk berbahaya. Polda Sulsel harus tegas usut tuntas kasus ini”, tutup Syamsumarlin.(*)