Edarinfo.com– Epo D’Fenomeno tak hanya seorang penyanyi rap dari tanah Papua yang telah menghasilkan ratusan karya lagu dalam 15 tahun perjalanan kariernya. Pria dengan nama asli Onesias Chelvox Urbinas ini juga merintis kelas belajar secara gratis bagi generasi muda Jayapura yang ingin menjadi seniman hiphop.
Epo sibuk bernyanyi di studio miliknya yang terletak di daerah Abepura, Kota Jayapura, pertengahan bulan Mei 2023. Epo sedang menyiapkan album solo miliknya, Jayapurap. Terdapat lima lagu di album ini.
Studio itu rumah sekaligus tempat perusahaan label musik Rum Fararur milik Epo. Ada enam artis binaan, salah satunya Omcom SB, di label musik Rum Fararur yang dibentuk Epo pada 2020. Rum Fararur merupakan bahasa asal kampung halaman ayah Epo, yakni Kabupaten Biak Numfor. Kata Rum Fararur berarti rumah untuk bekerja.
Epo juga melaksanakan program Keladi Bete yang merupakan singkatan dari Kelas Belajar Terbuka. Dalam satu kesempatan, Epo bersama salah satu anak didiknya, Febri Renyaan, membuka kelas gratis menyanyi rap dan membuat grafiti dalam Program Keladi Bete atau Kelas Belajar Terbuka yang digagas Epo dua tahun terakhir.
Epo memberikan materi teknik bernyanyi rap, sedangkan rekannya Baby membawakan materi cara membuat sketsa grafiti. Sekitar 30 pemuda-pemudi yang mengikuti Program Keladi Bete yang terlaksana di halaman rumah Epo.
Para peserta Keladi Bete mengikuti kegiatan yang berlangsung selama tiga jam dengan penuh antusias. Mereka dapat mengisi waktu dengan kegiatan yang positif melalui program Keladi Bete dan meningkatkan daya kreatif di bidang seni.
Dengan sabar, Epo mengajarkan sejarah tentang musik yang berasal dari Benua Afrika dan permukiman masyarakat keturunan Afrika yang bermukim di Amerika Serikat. Ia pun mengajarkan teknik membuat lirik rap dengan menggunakan materi bahasa inggris menyusun puisi dengan rima dan majas.
Di tempat itu mereka tidak hanya mengajarkan generasi muda Jayapura tentang rap dan grafiti. Keladi Bete sebagai wadah untuk memberikan kelas gratis seluruh budaya hiphop lainnya seperti dance, beatbox dan menjadi seorang disk jockey (DJ).
Pada pertemuan yang lain, Epo kembali melaksanakan program Keladi Bete bersama anak-anak dan remaja di halaman rumahnya pada tanggal 18 Juli 2023 sekitar pukul 15.00 WIT. Epo mendampingi sekitar 20 peserta didik Keladi Bete yang melaksanakan kegiatan menari break dance dan mengambar grafiti.
”Melalui Program Keladi Bete, saya ingin meningkatkan pemahaman generasi muda di Jayapura mengenai seni hiphop. Saya ingin program ini menjadi wadah untuk menciptakan seniman-seniman baru dari Papua. Sebab, seni merupakan industri kreatif yang sangat menguntungkan jika dijalani secara serius,” kata Epo.
Belajar otodidak
Perjalanan Epo menjadi seorang penyanyi rap di Papua saat ini menempuh jalan yang berliku dan penuh tantangan. Epo menghadapi berbagai penolakan dari pihak keluarga maupun cibiran dari teman-temannya yang menganggap masa depan seorang seniman.
Ia pertama kali mendengarkan musik rap pada awal tahun 2000-an. Saat itu, ia mulai mendengarkan musik rap yang diputar pamannya di rumah seperti lagu-lagu karya Eminem, penyanyi rap asal Amerika Serikat.
Ia merasakan adanya unsur kebebasan dalam menyampaikan pendapat melalui musik rap. Hal itu dilatarbelakangi sikap Epo yang introvert ketika harus melewati perpisahan kedua orangtuanya saat masih duduk di bangku sekolah dasar.
Epo pun mulai tertarik dan intens mendengarkan lagu-lagu rap yang diputar di radio dan mini compo. Pada tahun 2005 hingga 2006, Epo pun mulai belajar secara otodidak dalam membuat lirik lagu rap dengan referensi beberapa lagu penyanyi rap di Indonesia seperti di Indonesia, seperti Saykoji dan Fade to Black.
Cara Epo membuat lirik lagu ditunjang kemampuannya dalam menguasai mata pelajaran bahasa Indonesia. Epo pun khusus menuliskan lirik lagunya di sebuah buku namun telah dibuang sang ayah yang menolaknya menjadi seorang penyanyi.
”Saya sangat menyukai pelajaran bahasa Indonesia dan selalu meraih nilai akademik di yang bagus sejak SD hingga tamat SMA. Berkat hal itu, saya sangat mudah menyusun lirik dengan rima dan homofon atau sama bunyi dalam setiap paragraf,” kata anak pertama dari dua bersaudara ini.
Dalam mengejar kariernya sebagai penyanyi, Epo didampingi sahabatnya, Ortis Yarangga. Epo bertugas untuk menulis lirik dan penyanyi, sedangkan Ortis berperan untuk menyiapkan instrumen dan merekam musik mereka dalam sebuah aplikasi bernama Fruity Loops.
Pada tahun 2008, Epo dan Ortis mulai menulis banyak lagu dengan berbagai tema. Dua lagu di antaranya berjudul ”Ku Ingin Memilikimu” dan ”Tangisan Anak Negeri”. Lagu yang kedua terinspirasi dari perjalanan Epo di salah satu pasar tradisional yang menemukan seorang ibu duduk yang berjualan di atas tanah dan berita tentang masalah kemiskinan di Papua.
”’Lagu Tangisan Anak Negeri’ merupakan refleksi masalah sosial di tanah Papua yang ingin saya sampaikan melalui karya rap. Bagi saya, musik rap adalah sebuah ruang besar untuk kebebasan berekspresi dan berpendapat,” tutur pria berusia 30 tahun ini.
Pada tahun 2010, lagu karya Epo dan Ortis mulai didengarkan masyarakat di Kota Jayapura. Hal ini berkat upaya mereka yang mulai menyebarkan hasil karyanya melalui bluetooth dan bantuan sejumlah supir angkutan umum yang menyewa kos kerabat Epo. Para supir rutin memutar lagu Epo saat mengangkut penumpang.
Mereka pun mulai aktif menghasilkan karya lagu pada akhir tahun 2010 di bawah binaan dua penyanyi rap senior di Papua, yakni Steven Mahuse dan Ronly Fakdawer. Epo dan rekannya, Ortis, menggunakan nama panggung The Suff Crew dari pemberian Steven dan Ronly.
Perjuangan Epo pun mulai mendapatkan pengakuan dari tetangga maupun para pemuda dalam komunitas gereja di kompleksnya. Mereka memuji karya buatan Epo dan terus memutarkan lagunya. Ia pun semakin percaya diri dengan beberapa kali diundang pihak gereja setempat untuk mengisi acara panggung hiburan dengan membawakan lagu rap bergenre rohani.
Pada tahun 2011, Epo tak lagi didampingi Ortis karena sahabatnya ingin fokus kuliah dan mengejar cita-cita bukan sebagai seniman. Ia pun mulai bergabung dengan sebuah grup rap di Kota Jayapura yakni DXH Crew yang berjumlah tujuh orang. Grup ini aktif menulis lagu dengan berbagai tema dan memasarkan karyanya melalui media sosial Youtube.
Karya Epo dan grupnya mendapatkan respons positif dari berbagai pihak. Mereka pun beberapa kali mendapatkan bayaran dari pihak pengundang dengan kisaran Rp 2 juta hingga Rp 10 juta untuk sekali penampilan di panggung.
Selain tampil di panggung, DHX Crew pun beberapa diundang untuk bernyanyi dan mempromosikan karyanya di televisi hingga radio di Jayapura. Mereka pun menjadi brand ambassador dari produk tertentu dan sering menjadi juri dalam kompetisi battle rap.
Dalam kesibukannya, Epo juga berbagi ilmu dengan mengenalkan musik rap dan budaya hiphop bagi para siswa dalam pelajaran muatan lokal di dua sekolah di Kota Jayapura pada tahun 2013. Kedua sekolah ini adalah SMA Negeri 4 dan SMK Negeri 1.
Kegiatan yang dilaksanakan Epo di kedua sekolah berlangsung sekitar setahun. Dari kegiatan inilah yang menjadi cikal bakal Epo melahirkan program Keladi Bete yang kini terlaksana di halaman rumahnya.
”Dalam kegiatan di dua sekolah ini, saya mendapatkan banyak bibit muda yang tidak hanya berbakat menyanyi lagu rap dalam bahasa Indonesia maupun lokal. Mereka juga bisa melakukan tarian hingga beatbox atau menirukan suara instrumen musik,” ungkap ayah dari tiga anak ini.
Naik level
Epo memilih merantau ke Pulau Jawa pada tahun 2014 untuk mengasah kemampuannya sebagai musisi rap. Ia pun bepergian dari Yogyakarta, Salatiga, hingga terakhir di Semarang. Epo tinggal di kos-kosan temannya yang juga berasal dari Jayapura.
Dalam perantauannya, Epo mengikuti adu kemampuan menyanyi rap dengan komunitas penyanyi rap di daerah seperti Yogyakarta. Kemudian ia bergabung dengan Komunitas Musik Semarang atau disingkat Kumis.
Selama hampir tiga tahun bermukim di Jawa, Epo mendapatkan banyak bekal berharga untuk meningkatkan kemampuannya di masa mendatang, seperti manajemen dalam pertunjukan musik. Pada akhir tahun 2016, ia kembali ke Jayapura.
Salah satu ilmu yang Epo peroleh dari Komunitas Musik Semarang seperti cara membuat pertunjukan musik di jalanan. Hal inilah yang menjadi inspirasi baginya melahirkan Program Jayapura Baribut di Kota Jayapura, Kabupaten Jayapura, Keerom hingga Sarmi.
Program Jayapura Baribut disponsori perusahaan salah satu produk di Papua yang tertarik dengan proposal yang ditawarkan Epo. Dalam kegiatan ini, Epo dan 20 anak didiknya menampilkan pertunjukkan menyanyi rap secara langsung di pusat keramaian dan kafe-kafe.
Dalam perjalanan kariernya sejak tahun 2017, Epo tak lagi sendiri. Ia ditemani sang istri tercinta, Renny Tomasouw Urbinas. Renny yang saat itu bekerja di salah satu perusahaan telekomunikasi di Jayapura mendukung penuh usaha Epo dalam meraih cita-citanya sebagai penyanyi rap.
”Renny tak pernah mengeluh ketika saya mendapatkan honor yang kecil dari hasil manggung. Malah ia menggunakan gajinya untuk membelikan pakaian dan aksesori serta komputer di studio untuk mendukung karier saya sebagai penyanyi,” ungkap Epo.
Kerja keras Epo selama satu dekade dalam mengejar mimpinya selama satu dekade akhirnya terbayarkan pada tahun 2018. Ia meraih peringkat ketiga kompetisi Beef Rap Battle di Jakarta dan mendapatkan uang sebesar Rp 30 juta. Berkat prestasi ini, Epo yang mewakili Papua mendapatkan kesempatan tampil perayaan ulang tahun salah satu media nasional yang ke-17 pada tahun yang sama.
Ia pun mendapatkan kontrak dari perusahaan label All Day Music di Jakarta selama tiga tahun. Epo pun tampil dalam kolaborasi bersama musisi Alffy Rev dan penyanyi Nowela Mikhelia. Dalam karya berjudul ”The Spirit of Papua” yang diciptakan Alffy pada tahun 2021, karya itu meraih 10 juta penayangan di media Youtube.
Epo pun menjadi salah satu penampil dengan membawa lagunya berjudul ”Jaycity” dalam acara penutupan Pekan Olahraga Nasional XX di Jayapura pada 16 Oktober 2021. Kini Epo bisa mendapatkan pemasukan minimal Rp 10 juta hingga Rp 15 juta per bulan dari konser, menggelar kompetisi rap serta jasa penayangan lagunya di media sosial seperti Youtube dan Spotify.
”Puji Tuhan, mimpi saya bisa meraih penghasilan dari pekerjaan ini sudah tercapai. Saya berharap pencapaian ini memberikan pandangan baru bagi generasi muda bahwa menjadi seorang seniman di Papua adalah salah satu profesi yang menjanjikan dalam industri kreatif saat ini,” harap Epo.
Biodata
Nama: Onesias Chelvox Urbinas
Istri: Renny Tomasouw Urbinas
Profesi: Penyanyi Rap dan Direktur Rum Fararur Production
Prestasi:
– Peringkat ke-3 Beef Rap Batle Indonesia 2018 di Jakarta
– Perwakilan Indonesia dalam Abu TV Song Festival 2020
Penulis, Fabio Maria Lopes Costa
Artikel ini telah tayang di kompas.id dengan judul “Epo D’Fenomeno Memberdayakan Anak Muda lewat Rap”.