Edarinfo.com– Siapa yang tak tahu Umar bin Khattab? Selain sebagai khalifah, ia juga dikenal sebagai sahabat Rasul yang kaya raya namun sepanjang hidupnya tak pernah memamerkan kekayaan tersebut.
Umar bin Khattab justru begitu sederhana, tidur siangnya hanya beralaskan tikar dan batu bata di bawah pohon kurma. Ia melakukan hal tersebut bukan tanpa alasan, melainkan ia memiliki prinsip hidup sederhana, yakni semata-mata untuk menjaga perasaan rakyat yang dipimpin.
Kesederhanaannya tercermin dalam beberapa kisah yang bisa diteladani bersama. Diantaranya, suatu saat, Umar bin Khattab terlambat hadir untuk menyampaikan khutbah salat Jumat. Ketika hendak naik mimbar, ia menyampaikan permohonan maaf atas keterlambatannya kepada para jemaah.
Ternyata keterlambatannya karena habis disibukkan menjahit satu-satunya pakaian yang ia miliki. Padahal, saat itu ia sudah menjabat sebagai khalifah, bisa saja ia membeli baju bagus yang baru. Namun Umar bin Khattab memilih tetap memakai pakaian yang masih bisa dipakai.
Pakaiannya bukan berbahan mahal, hanya kain sederhana yang bahkan dipenuhi dua belas tambalan. Salah satu tambalannya itu ditambal dengan kain kulit berwarna merah.
Umar bin Khattab juga mengajarkan prinsip kesederhanaannya itu kepada keluarganya. Ia langsung menegur anggota keluarganya yang hidup dalam kemewahan karena takut salah satu dari orang yang dicintainya kena fitnah karena harta kekayaan.
Salah satu anak Umar bin Khattab bernama Abdullah bin Umar sempat menggunakan pakaian dan alas kaki yang terbilang mewah saat masih kecil. Ia langsung menghampiri dan memukul ringan sang anak hingga menangis.
Putri Umar bin Khattab, Hafshah yang melihat hal tersebut langsung bertanya. “Wahai ayah, mengapa engkau memukulnya?”
“Abdullah tampak kagum dengan apa yang dipakainya. Aku menginginkan anak-anakku jauh dari sikap sombong,” jawab Umar bin Khattab. Sebegitunya ia mendidik keluarganya agar jauh dari sifat sombong.
Kisah lainnya, saat Umar bin Khattab diundang ke Yerusalem. Saking sederhananya, sampai warga di sana sempat terkecoh dibuatnya.
Dari Madinah, Umar bin Khattab hanya ditemani oleh seorang pembantunya. Mereka berdua mengendarai seekor unta secara bergantian.
Saat memasuki Yerusalem giliran Umar bin Khattab yang kebagian jatah memegang tali kekang Unta, sementara sang pembantu naik di punggung Unta.
“Wahai Amirul Mukminin, biarlah saya yang memegang tali Unta, Tuan seharusnya yang naik di punggung Unta,” kata sang pembantu dikutip dari buku The Khalifah karya Abdul Latip Talib, ditulis Jumat (20/5/2023).
Umar bin Khattab menolak karena sesuai kesepakatan berdua, saat masuk wilayah Yerusalem giliran sang pembantu yang naik di punggung unta. Warga Yerusalem pun mengira bahwa yang berada di atas unta tersebut adalah Khalifah Umar bin Khattab, sementara laki-laki berbaju tambalan yang menarik unta itu adalah pembantunya. Padahal sebaliknya.
Hingga wafatnya pada 27 Dzulhijjah tahun 23 hijriyah atau 644 Masehi, Umar bin Khattab tak menumpuk harta kekayaan. Ia meninggalkan sebanyak 70.000 ladang yang rata-rata bernilai Rp 160 juta (perkiraan dalam rupiah).
Setiap tahun, rata-rata lahan pertaniannya saat itu menghasilkan Rp 40 juta, artinya penghasilan Umar bin Khattab dari pertanian saja mencapai Rp 2,8 triliun per tahun atau Rp 233 miliar per bulan.
Selain pertanian, Umar bin Khattab juga memiliki 70.000 properti. Ia selalu berpesan kepada para pejabatnya agar tidak menghabiskan gajinya untuk konsumsi. Akan tetapi, dialihkan untuk membeli properti, agar uang mereka tidak habis hanya untuk dimakan.
Rata-rata harta Umar bin Khattab digunakan untuk kepentingan dakwah dan ummah. Tidak sedikit pun uangnya dipakai untuk membual dan menggunakannya untuk sesuatu yang mewah dan boros.
Sampai-sampai, Utsman bin Affan pernah memuji Umar bin Khattab menjelang akhir masa kepemimpinannya. “Memang sikapmu sangat memberatkan siapapun khalifah penerusmu nanti,” katanya.
Sebab, menurut Utsman saat itu, sulit bagi siapapun untuk meniru prinsip sederhana yang diterapkan Umar bin Khattab. Semoga kisah Umar Bin Khattab kita bisa mengambil pelajaran di dalamnya.